Draft Buku Bab I - III
BAB I
PROFIL ORANG KARO
ORANG KARO
1). Identitas dan Sifat-sifatnya:
Ada empat identitas masyarakat Karo yang dikemukakan oleh Masri Singarimbun (1989) . Empat identitas tersebut meliputi, merga, bahasa, kesenian dan adat istiadat.
- Merga adalah identitas masyarakat Karo yang unik. Setiap orang Karo mempunyai
merga, yaitu salah satu dari 5 merga (yang disebut dalam bahasa Karo Silima Merga), yaitu Ginting, Karo-karo, Perangin-angin, Sembiring dan Tarigan.
- Bahasa Karo merupakan bahasa khusus dan mempunyai aksara yang khusus pula.
- Kesenian Karo yang tradisional adalah gendang dan pakaian adat.
- Adat istiadat tertentu yang merupakan identitas adalah adanya perundingan adat yang disebut runggu (musyawarah dan mufakat) dalam perkawinan dan dalam acara adat lainnya, dan rebu (pantang bicara dengan kerabat tertentu).
Catatan :
Adapun kerabat yang tidak boleh bicara secara langsung adalah dengan mami, yaitu ibu mertua, turangku (istri ipar), permain (istri anak). Kalau berbicara mesti memakai perantara (Bujur Sitepu, 1979 : 11-12 ). Sifat-sifat orang Karo yang mempunyai identitas seperti yang disebut di atas, ada dikemukakan dalam beberapa buku .
Buku Adat Istiadat Karo oleh P. Tamboen (1949 : 95-98) membahas sifat-sifat tersebut (yang disebut penulisnya tabiat), yaitu meliputi 7 hal yang khusus, yakni :
-1. Mempunyai darah panas.
-2. Lemah lembut.
-3. Pemain catur.
-4. Mandiri.
-5. Sederhana dan hemat.
-6. Kurang adil terhadap perempuan.
-7. Suka berperkara.
Penjelasan mengenai 7 hal tersebut dikemukakan bahwa :
Lekas naik darah, apabila merasa diperlakukan tidak jujur dan diberi malu, dapat menjadikan orang Karo jadi pendendam, membalas dendam tanpa memikirkan hidup atau mati.
Apabila diperlakukan dengan sopan santun akan menjadi lemah lembut, pemurah, suka menurut dan lekas mengerti
Suka bermain catur, tekun (walaupun hanya sebagai penonton) dan pandai ilmu hitung.
Istilah yang dikemukakan tentang mandiri, adalah mau berdiri sendiri, tidak di bawah perintah orang lain
Kaum ibu khususnya, sangat pandai memimpin rumah tangga dengan sederhana dan hemat
Wanita mempunyai tanggung jawab yang maha berat dalam mengurus rumah tangga dan mengurus ekonomi
Perkara kecil saja yang hampir tidak ada harganya, tetapi dikirim juga surat (disebut : rekes) kepada para pembesar.
Seminar Adat istiadat Karo tahun 1977 (1983 : 1-2) menyimpulkan mengenai sifat orang Karo ada 6 macam yaitu :
1. Tabah
2. Beradat
3. Suka membantu dan menolong
4. Pengasih dan hemat
5. Dendam
6. Mengetahui harga diri
Enam sifat ini ( tidak diiringi pembahasan) ditambah menjadi 9 macam dalam buku yang ditulis oleh Djaja S. Meliala, S.H. dan Aswin Perangin-angin, S.H. (1978 :1-2) yaitu dengan tambahan, jujur dan berani, hormat, sopan dan percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pembahasan mengenai sifat-sifat orang Karo yang relatif baru adalah dalam buku Manusia Karo oleh Drs. Tridah Bangun (1986 : 155-171 ) yang mengemukakan 15 macam sifat dan watak orang Karo (dikemukakan dalam satu bab tersendiri), yaitu :
1. Jujur
2. Tegas
3. Berani
4. Percaya diri
5. Pemalu
6. Tidak serakah
7. Mudah tersinggung
8. Berpendirian teguh
9. Sopan
10. Jaga nama baik diri dan keluarga
11. Rasional dan kritis
12. Mudah menyesuaikan diri
13. Gigih mencari pengetahuan
14. Pragmatis
15. Iri, cemburu
Sifat-sifat orang Karo yang dikemukakan di atas adalah berdasar pendapat ‘orang dalam’ yaitu orang Karo sendiri. Jauh sebelum sifat-sifat tersebut diuraikan oleh penulisnya, seorang penulis barat yaitu Jhon Anderson tahun 1823 menulis mengenai orang Karo mempunyai sifat-sifat ; rajin, pelit, senang harta, kerja keras, tekun dan tidak suka pamer.
......Orang Batak Karo yang rajin, bersifat kikir dan senang pada harta itu, telah mendorong mereka untuk kerja keras berusaha sepanjang hari...... Karena kerajinannya dan ketekunannya, mampu mengumpulkan uang dalam jumlah besar dengan tidak memamerkan diri dan kekayaannya’ (Reid, 1987 :25).
D.H. Penny dan Masri Singarimbun (1967 :6) menjelaskan, sifat kikir yaitu hemat dan suka menabung, dulunya adalah tidak ekonomis. Orang Karo mencari harta dan menabung hanya untuk berjaga-jaga dan demi prestise, tetapi belakangan (mulai tahun 1960-an ) barulah aktif mengadakan investasi untuk hal-hal yang produktif.
Mengenai keadaan fisik orang Karo, berdasar pengamatan khusus terhadap orang yang telah uzur (umur 75 s\d 100 tahun ), Drs Tridah Bangun (1986 :155-156) mengemukakan:
-Tinggi rata-rata 150-160 cm
-Rambut hitam antara lurus dan bergelombang
-Mata biasa antara sipit dan miring
-Wajah agak bundar mirip raut muka bangsa mongol
-Hidung agak pesek
-Bibir tebal, lebar
-Kulit sawo matang
Namun dijelaskan pula, bahwa keadaan fisik tersebut telah berubah, telah hampir sama dengan keadaan fisik suku bangsa Indonesia lainnya, sukar membedakannya sepintas lalu. Hal ini dibenarkan oleh Masri Singarimbun (1989), yang mengemukakan bahwa:
- Nama-namanya sudah berubah dari Batu, Gajah, Malem, Bulan, Kade, Kursi, Meja, Kamar menjadi Freddly, Robert, July, Juni, Wati, Rohani, dll.
- Penampilan dulu sangat sederhana, baik wanita dan laki-laki sangat berubah.
Catatan :
Rujukan yang dikemukakan oleh Masri Singarimbun adalah foto-foto dalam tulisan
M. Joustra : Van Medan Naar Padang en terug, (tahun 1915) dan tulisan W. Robert Moore dalam National Geographic Magazine (tahun 1930).
Mengenai wanita yang lebih banyak jumlahnya dari pria di Kabupaten Karo, dalam cerita rakyat sering berperan sebagai pemegang peranan utama. Berdasar cerita Beru Ginting Pase, Beru Rengga Kuning dan dari Telu Turi-turin si Adi, oleh Ngukumi Barus dan Masri Singarimbun (1988) disimpulkan, wanita Karo adalah :
Mempunyai kepribadian yang tangguh.
Menjadi juru selamat keluarga.
Tokoh mandiri yang sanggup mengambil keputusan yang menentukan.
Pintar dan bijaksana.
Aktif dalam percintaan.
Sangat aktif dalam kehidupan ekonomi.
Tidak pasrah menunggu.
Pengorbanan yang tinggi terhadap saudara.
Bukan tampil sebagai mahluk yang lembut, halus dan pemaaf. Tetapi adalah sebaliknya.
Gambaran wanita Karo yang jadi kenyataan memang sangat aktif dalam kehidupan ekonomi. Tetapi dalam banyak hal, jauh berbeda dengan cerita rakyat tersebut, seperti dikemukakan oleh Ny. Wallia Keliat (1985: 11) :
`Di daerah pedesaan Karo, wanita selain bertugas sebagai istri dan ibu, juga tulang punggung dalam produksi hasil pertanian. Sikap tradisional turun temurun sebagai pengaruh di adat dan kebudayaan Karo terhadap wanita, mempunyai pengaruh yang besar pada wanita pedesaan itu sendiri, yang cenderung untuk menerima posisi mereka yang lebih rendah, kurang percaya diri, bergantung pada kaum pria dalam mengambil keputusan, dan tidak berani mengeluarkan pendapat sendiri. Hal ini diterima oleh wanita itu dengan sangat biasa sekali, bukan sesuatu yang sangat merugikan ataupun sesuatu yang perlu dirobah`
Reh Malem Sitepu (1986 : 24-25 ) mengemukakan, bahwa wanita Karo secara tradisional mempunyai peranan yang sangat penting dan peranan yang tidak penting. Dalam banyak hal, wanita adalah penentu kebijaksanaan seperti dalam hal kebersihan rumah tangga, pendidikan, sosialisasi anak dan penentu dalam usaha pertanian (memilih bibit, waktu tanam, panen dll ), dukun beranak dan guru sibaso. Peranan wanita dalam adat hanyalah pelengkap, tidak bisa lepas atau berdiri sendiri, sebab wanita tunduk terhadap peraturan adat rakut sitelu. Dalam pembangunan desa, pada umumnya wanita tidak diajak dalam perencanaan, walaupun dalam pelaksanaannya di lapangan, wanita aktif berperan serta.
Mengenai penampilan wanita pedesaan, Drs Tridah Bangun (1986 : 156-157) mengemukakan:
- Gadis-gadis masih menunjukan ciri-ciri seperti leluhur mereka.
- Aktif membantu ibunya bekerja keras di rumah dan di ladang.
- Tubuhnya kekar
- Betis atau kaki agak besar.
- Leher pendek dan raut muka tegang.
Penampilan ini berbeda dengan gadis-gadis Karo di kota-kota, yang umumnya tinggi semampai dan ramping, karena tidak mengerjakan pekerjaan kasar atau berat seperti di desa (Tridah Bangun 1986 :156 ).
2). Latar Belakang Kehidupan Masyarakat Karo.
Ada beberapa latar belakang yang kiranya mempengaruhi sifat-sifat orang Karo seperti dikemukakan di atas, setidaknya sejarah perkembangan dan lingkungan kehidupan sehari-hari.
Dalam hal sejarah perkembangan pemerintah Kabupaten Karo, dapat dikemukakan bahwa pemerintahan penjajahan hanyalah 39 tahun. Sebab penjajahan Belanda mulai terlaksana efektif di Karo tahun 1906. Dimana, Belanda mulai memperkenalkan raja-raja. sibayak dan lain sebagainya. Sedangkan sebelumnya, semua orang adalah raja (Masri Singarimbun, 1989 ) dan pemerintahan terlaksana secar adat.
Sebelum kedatangan Belanda, warna kehidupan masyarakat adalah seringnya terjadi perang antar desa, sangat dipentingkan ilmu-ilmu menguatkan badan, ilmu kebal, ilmu melembekkan hati orang, ilmu pencak silat dan lain-lain, untuk mempertahankan diri dari musuh (P. Tamboen, 1949 : 15 ).
Pemerintah adat adalah ‘pengulu’. Yakni seorang dari merga tertentu dan dua orang anggotanya yaitu anak beru dan senina, yang merupakan tiga sejalan menjadi satu badan pemerintahan, kuasanya adalah sebagai ‘pemerintahan kaum keluarga’
(P.Tamboen, 1949 :168 ).
Adat rakut sitelu (rakut = ikat, sitelu = yang tiga) atau juga disebut daliken sitelu (daliken = tungku, iket = ikat) atau sengkep sitelu (sangkep = cukup), yang tetap dipraktekkan oleh masyarakat Karo sampai sekarang, dijelaskan sepintas lalu dalam uraian berikut ini (ada uraian dalam buku-buku P.Tamboen, 1949, Masri Singarimbun, 1975, Bujur Sitepu, 1979, Darwan Prinst dan Darwin Prinst, 1985 dll ).
Suku bangsa Karo dalam literatur antropologi dimasukan sebagai salah satu dalam 6 kelompok Batak (Karo, Simalungun, Pakpak, Toba, Angkola dan Mandailing ) dikenal sebagai masyarakat dengan sistem patrilineal terkuat di Indonesia.*)
Dalam sistem kekerabatan terjalin hubungan yang khas antara kelompok ‘pemberi dara’ dan kelompok `penerima dara’. Pihak penerima dara disebut anak beru, memberikan penghormatan dalam berbagai bentuk kepada pihak ‘pemberi dara’ yang disebut kalimbubu.
Adapun dalam musyawarah adat, kerjasama dalam keluarga ada 3 kelompok yang berperan, disebut sangkep sitelu tadi. Yaitu kelengkapan musyawarah dari 3 pihak yaitu anak beru, senina dan kalimbubu, senina saudara dari ‘ penerima dara’. Dalam musyawarah adat, yang berlaku ketiga pihak mempunyai fungsi yaitu:
1. Kalimbubu : tempat meminta dan tempat bertanya, selalu diperlukan restunya dalam adat dan penghormatan dalam musyawarah adat
2. Senina : merupakan sukut atau yang punya pesta
3. Anak beru : sebagai pekerja dalam pesta adat, yakni yang mengetahui keadaan senina dan kalimbubu, dan menjaga jangan sampai ada yang rusak dalam peradatan. Dalam waktu-waktu tertentu pada kerja kalimbubu, ada tanggungan atau kontribusi khusus dari anak beru.
Ajaran-ajaran yang diterima anak-anak dari orangtuanya secara turun-temurun tentu mempengaruhinya. Setiap merga dari 5 merga ada mempunyai pantangan khusus dan pantangan umum yang didaftarkan bagi orang Karo, oleh P.Tamboen (1949 : 80- 83 ) paling sedikit ada 33 macam.
Adapula ajaran yang disebut sumbang sisiwah, yaitu 9 macam hal yang mesti dikerjakan dengan ketentuan tertentu supaya tidak sumbang (Ngaloken Brahmana, 1989 ) meliputi cara-cara berbicara, makan, melihat, mandi, duduk, berpakaian, menari, berjalan dan menikah**)
*) Menurut Rita Smith Kipp (1983 : 5) orang Karo lebih suka menamakan dirinya Karo atau Batak Karo, bukan Batak
**) Ajaran ini menurut Ngaloken Brahmana, mengalami pasang surut dalam pelaksanaannya di daerah pedesaan (komunikasi pribadi)
SANGKEP ENGGELOH
Tutor.
Tiap-tiap individu suku Karo membawa “ tutor “ yang melekat dalam dirinya, yang di warisinya dari pihak ayah dan ibunya. Ini membuktikan, bahwa orang Karo menarik garis keturunan secara bilateral, yakni dari kebapakan dan keibuan sekaligus. Adapun tutor meliputi :
a. Merga\ Bebere (diwarisi dari marga ayah ) ;
b. Bere-bere (diwarisi dari beru ibu );
c. Binuang (diwarisi dari bebere ayah );
d. Kempu ( diwarisi dari bebere ibu );
e. Kampah (diwarisi dari bebere ibu); ............????? d sama dengan e
f. Soler (Diwarisi dari singalo perkempun nande\Puang Nu Puang).
ADA TABEL GAMBAR TUTOR
Rakut Sitelu.
1. senina, terdiri dari :
A. Seh ku sukut (langsung), terdiri dari :
1). Sembuyak.
Pada pesta perkawinan ia menerima rudang-rudang.
2). Biak Senina.
Dalam perkawinan ia menerima “Senina ku ranan”.
B. Erkelang ( Berperantara) ku sukut, terdiri dari :
1). Sepemeren (dari ibu)
Dalam perkawinan ia menerima “perbibin”, dari ibunya.
2). Siparibanen (dari isteri).
Dalam perkawinan ia menerima “perbibin”, yang berasal dari isterinya.
3). Sepengalon (dari bebere \ anak beru);
4). Sendalanen (dari kalimbubu/ singempoi impal)
2. Anak Beru, terdiri dari :
A. Seh ( langsung) ke sukut, terdiri dari :
1). A.B.Ampu (angkip)
2). A.B Dareh/ipupus ;
3). A.B Cekoh Baka ;
4). A.B Cekoh Baka Tutup ;
5). A.B Tua, terdiri dari ;
a.A.B Tua Kuta (Singian Rudang) ;
b.A.B Tua Kesain ;
c.A.B Tua Jabu ;
B. Erkelang ( berperantara ) ke sukut, terdiri dari :
1). A.B Menteri
2). A.B Ngikuri ;
3) A.B Ngikuti ;
4). A.B Pengapit ;
5). A.B Sepemeren ;
3. Kalimbubu, terdiri atas :
A. seh (langsung ) ke sukut terdiri dari :
1). Kalimbubu iperdemui /sierkambing / simaba ose.
2). Kalimbubu Simada dareh, sering juga disebut sebagai :
a. Kalimbubu Singalo Ulu Emas ;
b. Kalimbubu Singalo Bere-bere ;
c. Kalimbubu Singalo Maneh-maneh / Morah-morah/Sapu iloh ;
3). Kalimbubu Bapa (binuang), sering juga disebut:
Kalimbubu simajeken daliken. Dalam penerimaan utang adat anak berunya, dia menerima “jukut” atau “Sembuyak Tulan” (singalo perninin)
4). Kalimbubu Nini (Kampah), Sering juga disebut : Kalimbubu bena-bena.
5) Kalimbubu Tua, terdiri dari :
a. Kalimbubu Tua Jabu.
b. Kalimbubu Tua Kesain.
c. Kalimbubu Tua Kuta atau sering disebut ; Kalimbubu Singian Rudang.
B. Erkelang (berperantara) ke sukut, terdiri dari :
1). Puang kalimbubu (kalimbubu dari kalimbubu), yan gseringa disebut :
a. Kalimbubu Singalo Perkempun ;
b. Kalimbubu Singalo ciken-ciken ;
2). Puang Nu Puang (soler), adalah kalimbubu dari puang kalimbubu.
3). Kalimbubu Sepemeren, adalah sepemeren dari “Mama” atau sepemeren, dari dari Kalimbubu Simada Dareh.
Untuk memahami adat Karo, maka “ Sangkep Enggeloh” ini haruslah dipahami terlebih dahulu secara benar, sebab, dalam setiap “runggun” yang berperan adalah “Sangkep Enggeloh” tersebut. Oleh karena itu, prinsip utama dalam runggun, maka yang hadir hendaklah “Sangkep Enggeloh” itu, karena dialah yang mengetahui tentang keluarga dari “sukut”.
ADA TABEL SANGKEP NGGELOH
BUDAYA KARO DALAM MODERNISASI
Akibat sampingan dari modernisasi pada umumnya, ialah terciptanya kesenjangan ekonomi dan keadilan, sehingga menimbulkan adanya aspirasi-aspirasi bahkan nantinya konspirasi heart atau persekongkolan yang tidak sengaja. Seterusnya menjelma menjadi pola pikir, pola tindak yang lebih konkrit lagi, dan ini merupakan budaya baru.
Yang menjadi pertanyaan ialah :
Mampukah budaya Karo hidup di era industrialisai/ modernisasi yang merupakan ciri- ciri abad kedua puluh satu?
Untuk itu mari kita mulai dengan : “Karo dan Taneh Karo Simalem”.
Salah satu penduduk asli atau penduduk pendahulu di Sumatera Utara ini selain dari Melayu, Simalungun, Pak-pak, Dairi, Toba, Mandailing, Pesisir Barat dan Nias, adalah Karo.
Dahulu, bicara tentang Karo sama dengan berbicara :
Berastagi yang berarti tiada hari tanpa sejuk, nyaman, teduh, damai, dan bunga-bunga yang harum semerbak, indah, serta buah-buahan yang segar. Demikian termasyurnya, sehingga ibukota propinsi Sumatera Utara dipindahkan dari Bukit Tinggi ke Medan, karena Medan dekat, bahkan dianggap sama dengan Berastagi yang merupakan identitas Karo tempo dulu.
Sejak proklamasi, predikat serta identitas Karo tersebut meningkat dengan bertambahnya pejuang. Republiken membakar dan membumi hanguskan kampungnya sendiri, dan melakukan gerilya untuk mengusir penjajahan di muka bumi Indonesia. Juga tidak salah jika dikatakan tiada hari tanpa catur yang seolah-olah tiada hari tanpa berpikir.
Demikianlah melekatnya catur ini hingga melahirkan istilah catur Karo. Catur Karo lebih berbobot dari catur internasional, tetapi lebih demokratis, karena catur Karo tidak mengenal buah putih hitam. Raja sama-sama berkedudukan yang sama, yaitu tetap dikiri perdana menteri masing-masing. Hak mendahului tidak ada, dan tetap berdasarkan musyawarah.. Juga dikatakan lebih merakyat karena papannya tidak mengenal petak berwarna, tetapi cukup dengan mengenal garis-garis lurus berdiagonal serta buah caturnya dapat dengan segera dan mudah diadakan.
Berarti catur Karo itu murah, mudah, meriah dan sederhana. Dan pecatur yang tidak pintar
dapat bermain catur dengan seorang Master Internasional dengan cara menambah buah bagi yang tidak pintar tersebut. Mempertegas catur tidak terpisah dari Karo, di tandai sejak zaman dahulu kala hingga tahun 1994. Di seluruh pulau Sumatera ini hanya ada 2 (dua) orang Master Internasional, Indonesia mengutus ke olympiade catur dunia internasional sebanyak 6 orang, 3 (tiga) orang diantaranya orang Karo. Yang lebih istimewa lagi, catur Karo tidak mengenal draw, remis atau stand setengah-setengah, tetapi satu kosong atau kosong satu. Kalau kita tidak dapat mengalahkan lawan, berarti kita kalah atau sebaliknya namanya “mbetu”. Mungkin inilah melahirkan ungkapan: adi la maba cining, atau kalau sekali keris dicabut dari sarungnya, pantang tidak membunuh atau nebak.
Dari sisi kesejarahan :
1. Karo mendiami Langkat, Binjai, Deli Serdang, Medan, Tebing tinggi, Simalungun, Pematang Siantar dan Aceh Tenggara.
2. Kota Medan dipanteki, didirikan Sembiring Pelawi Mergana sitergelar, bernama Guru Patimpus.
3. Belawan bahasa Karo berarti perjanjian.
4. Binjai atau ben-i-jei, dalam bahasa Karo berati sore, masih disitu.
5. Di - Pangkalan Berandan (Kabupaten Langkat) ada sungai dan jembatan (titi) bernama Pelawi.
6. Di - Pangkalan Susu (Kabupaten Langkat) ada kampung bernama Lubuk Kertang (Namo Kertang) dan Pulo Kampe.
7. Didekat Pantai Cermin Kabupaten Deli Serdang, ada kampung bernama Jambur Pulo, Lubuk Pakam, Kwala Namo.
8. Nama-nama tempat tinggal seperi kampung, desa, kota, ditabalkan dari bahasa Karo. Pada umpamanya, diawali kata Tanjung, Namo (bahagian dari sungai), beringin, Pakam, Nderasi (nama sejenis pohon), Bukit, Gunung dari medannya setempat.
9. Banyak nama-nama yang tadinya berbahasa Karo telah berobah seperti Namo Nderasi Menjadi Namo Terasi, Sungai Kelangi menjadi Pelangi, Penduman menjadi Pedoman,Tongkeh menjadi Tongkoh dan sebagainya.
Manifestasi lainnya dalam budaya Karo, adalah nyanyian bersenandung : “Ola aku tadingken, adina gelangken ku uruk simeganjang”, terjemahan bebasnya : ”Jangan saya ditinggalkan, antar dulu aku ke bukit yang tinggi”. Kalimat ini melambangkan jiwa yang dinamis dan extensif . Berbeda sekali dengan : A Sing sing So – nya Tapanuli Utara yang mengatakan ; “o, ale alogo, lugahon ahu da parahu tu tanona dao manang tu dia pe taho”. Terjemahan : O, angin bawalah daku ke tanah yang jauh, kemanapun jadilah. Kalimat ini lebih mengandung makna progresif. Maka itu, bila kita ingin lebig progressif, maka masih perlu berguru kepada Tapanuli Utara.
Ada beberapa ungkapan yang maknanya mempertegas perwatakan Karo, yaitu :
Gelar na-e ateku lang ; Caranya itu yang tidak kusetujui.
Adi perbahan buahna maka mbongkar batangna labo dalih ; Karena buahnya lebat maka jebol atau tumbuh batangnya tidak apalah.
Keri pe lau pola e labo dalih gelah mejile penangketken kandi-kandina ; Habispun nira itu diambil orang tidak apalah, asalkan tempat nira tersebut diletakkan dengan baik pada tempatnya.
Sada matawari pe ateku la ras ia ; Tidak ada kompromi.
Arah bas padang rusakna ; Isi yang penting bukan kulit.
Kelimanya itu bermakna harga diri, keluhuran jiwa di atas segala-galanya, cara, norma, aturan dinomorsatukan, yang lainnya termasuk ekonomi dinomorduakan. Begitu kadang idealismenya orang Karo ini, sehingga rela berkorban demi menurutkan hati nuraninya. Hal ini relevan dengan sungai-sungai yang bersumber, berhulu dari dataran tinggi Tanah Karo Simalem. Begitu berbeda dengan ungkapan Minang yang telah diterjemahkan :
Kalau mau buah yang masak harus pandai menghujung dahan.
Menyuruk bukan berarti pinggang patah, asalkan sampai disasaran.
Ya-kan apa saja kata orang asalkan kita mendapat.
Ketiga ungkapan yang saling mendukung dan satu paket ini bermakna ; berhasil, dan mendapat. Tegasnya, ekonomi adalah di atas segala-galanya. Cara, norma, aturan dinomorduakan. Sejajar dengan ini, ungkapan lama mengatakan : Cina mati karena uang dan katanya lagi : “yang penting adalah kucing itu bisa menangkap tikus, tidak peduli kucing itu berkurap, kakinya patah dan sebagainya”. Seperti menghalalkan seluruh cara . Maka itu, kalau kita bicara tentang ekonomi atau dagang, bergurulah kita kepada Minang dan Cina.
Jawa lain lagi, mereka mengatakan rame in gawe seping pamrih, legowo, nerimo, tepa seliro. Maksudnya banyak berbuat tanpa balas jasa, iklas, terima saja apa adanya dan tenggang rasa. Kalau dia diberi setengah gelas air minum, diucapkannya : “Syukur alhamdulilah”. Bukan seperti kita orang Sumatera, termasuk orang Karo mengatakan : mana setengah gelas lagi, mengapa tidak penuh dan seterusnya. Diakui, banyak persamaan Karo dan Jawa, lebih-lebih mengenai harga diri dan tepa salira. Tetapi orang Karo kurang pasrah dan kurang nerimo.
Ada lagi ungkapan yang mengatakan : Ola belasken kata situhuna, belaskenlah kata sitengteng, terjemahan bebasnya : “Terbeloh-beloh kam muat Bapa Nandendu, jadilah manok si-beru-beru”. Ini mengajak orang Karo itu untuk bersifat diplomatis menghadapi sesuatu, pandai-pandai menyesuaikan diri, rendah hati seperti ayam yang sedang mengeram, diam tidak bicara, tetapi nerpoh menerjang bila diganggu. Kelemahannya ialah kurang berterus terang dan agak tertutup seperti yang telah kita sebut dimuka.
Kalau orang Jerman malu dikatakan pemalas, orang Belanda malu kalau tidak menabung, orang Jepang malu kalau tidak menghargai seniornya, maka Indonesia, lebih-lebih etnis Karo, malu kalau tidak beradat.
Saat ini, individualisme, materialisme, sebahagian dari ciri-ciri modernisasi, sudah menjalar ke desa-desa. Demikianpun mehangke, mereha, hampir-hampir hilang. Hampir-hampir pola kehidupan lama (tradisional) ditinggalkan. Sementara yang baru belum melembaga, atau seperti adanya pergeseran nilai-nilai walaupun masih dalam batas-batas tertentu. Budaya arih-arih, runggu nampaknya masih terpelihara, namun aron atau taron secara physik mulai menurun.
KELEMAHAN ORANG KARO
Permela atau pemalu, umpamanya malu atau meminta, atau mindo malu minta tolong, malu minta maaf, malu mengucapkan terimakasih, bahkan kalau tak berhasil, andai kata zaman dahulu bisa saja gantung diri.
Pergelut atau mudah tersinggung , mudah tersinngung
Permenek atau sakit hati yang melekat, dan disimpan sendiri.
Perpusuh, pusuh adalah jantung, tetapi bukan sakit jantung secara physik, melainkan sakit hati yang mendalam se-akan-akan dendam.
Percian, berarti iri hati dan dengki.
permbenceng/perbencit atau mudah merajuk.
Perdekil/puluk atau pelit dan kikir, terakhir ini ditandai dari orang-orang Karo zaman dulu terkenal dengan menanam uang perak di tanah pekarangan, di ladang atau di kolong rumah.
Ada beberapa ungkapan yang maknanya mempertegas perwatakan Karo yaitu :
1. Gelar na-e ateku lang ; Caranya itu yang tidak kusetujui.
2. Adi perbahan buahna maka mbongkar batangna labo dalih; Karena buahnya lebat maka jebol atau tumbuh batangnya tidak apalah.
3. Keri pe lau pola e labo dalih gelah mejile penangketken kandi-kandina ; Habispun nira itu diambil orang tidak apalah asalkan tempat nira tersebut diletakkan dengan baik pada tempatnya.
4. Sada matawari pe ateku la ras ia ; Tidak ada kompromi.
5. Arah bas padang Rusakna ; Isi yang penting bukan kulit.
ABAL-ABAL
Sejak dahulu, abal-abal ini telah dibuat dan dimanfaatkan nenek moyang kita. Abal-abal adalah bumbung terbuat dari bambu (sering kali diukir) yang pembuatannya tidak terlalu rumit. Penggunaan abal-abal dapat menjadi salah satu alternative untuk peningkatan gizi.
Orang tua selalu menggunakannya untuk mengawetkan daging atau ikan yang diasinkan. Daging atau ikan dimasukkan dalam abal-abal, biasanya digantung di dekat perapian dan akan sampai berminggu-minggu.
Waktu kecil hampir tiap hari makan daging tetapi sedikit; Tigan selalu mengatakan sitik-sitik (sedikit tetapi teratur). Biasanya Tigan memperoleh daging dengan membeli hasil buruan warga desa atau membelinya di pekan Tiga Lingga sekali seminggu. Daging tidak selalu tersedia di desa, sedangkan Tigan tidak ingin anak-anaknya tidak makan daging atau dengan pola makan, sekali ada habiskan saja, besok dipikirkan lagi. Abal-abal, salah satu teknologi tradisionil dalam menjaga ketersediaan daging dan ikan.
BUKU ADAT & PERKAWINAN
Salah satu kejadian yang penting dalam sejarah kehidupan manusia adalah perkawinan, selain dari kelahiran dan kematian. Perkawinan umumnya diwarnai oleh adat istiadat dan upacara, dan hal ini oleh masyarakat Karo sangat dijunjung tinggi.
Adat dan upacara perkawinan telah mempunyai pola tersendiri sebelum kedatangan Agama Islam dan Agama Kristen di Tanah Karo. Setelah kedua agama tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Karo, adat dan upacara perkawinan lama tetap bertahan dan menjadi kesatuan dari satu kelengkapan upacara yang serasi. Apa sebab hal ini terjadi? Banyak alasan : barangkali salah satu alasan yang mendasar adalah oleh karena adat dan upacara perkawinan masyarakat Karo menunjukkan hakekat rasa persaudaraan dan kebersamaan yang mendalam.
Sepintas lalu, dapat memberi kesan, bahwa adat dan upacara perkawinan yang berlaku, adalah salah satu kegiatan yang membuang-buang waktu, tenaga dan materi. Namun apabila disimak lebih mendalam, akan terungkaplah pencerminan musyawarah-mufakat yang menghasilkan keadilan, persatuan, isi-mengisi, saling menghargai dan pemberian bekal mengenai hidup dan kehidupan. Bukan saja bagi pengantin baru, tetapi juga bagi peserta upacara.
Adat Istiadat Karo oleh P. Tamboen (1952) yang diterbitkan Djambatan menjelaskan mengenai orang Karo dan sifat-sifat orang Karo.
1. Cepat naik darah, apabila diperlakukan tidak jujur dan merasa dipermalukan. Hal ini dapat menjadikan orang Karo menjadi pendendam, membalas dendam, tanpa memikirkan hidup atau mati.
2. Apabila diperlakukan dengan sopan santun, akan menjadi pemurah, lemah lembut, suka menurut dan cepat memahami.
3. Suka bermain catur, tekun (walaupun sebatas menjadi penonton) dan pandai ilmu hitung.
4. Istilah yang dikemukakan tentang mandiri, adalah mau berdiri sendiri, tidak di bawah perintah orang lain.
5. Kaum ibu khususnya, sangat pandai dalam memimpin rumah tangga dengan sederhana dan hemat.
6. Wanita mempunyai tanggungjawab yang maha berat dalam mengurus rumah tangga dan mengurus ekonomi.
7. Perkara kecil saja, yang tidak terlalu berarti, tetapi dibuat rekes (surat pengaduan) kepada pembesar
Apa kata Peneliti Mengenai Orang Karo
Dalam tulisannya, Economic Activity among The Karo Batak of Indonesia : A case study of Economi Change BIES No.06 (hal 31-65) David Penny dan Masri Singarimbun (1967) menjelaskan bahwa sifat orang Karo yang suka menghemat dan menabung, dulunya tidak ekonomis. Orang Karo mencari harta dan menabung hanya untuk berjaga-jaga dan prestise, tetapi belakangan ini (mulai tahun 1960-an), barulah aktif mengadakan investasi.
Menurut Rita Kipp (1983) dalam bukunya: Beyond Samosir, Recent Studies of Batak Peoples of Sumatera, Ohio University Center for International Studies South Asia Program, Ohio menyatakan, walaupun suku Karo dalam Literatur Anthropologi dimasukkan sebagai salah satu suku dari 6 kelompok Batak yang dikenal sebagai system Patrilineal yang terkuat di Indonesia, tetapi orang Karo lebih suka menamakan dirinya Orang Karo atau Batak Karo, bukan Batak.
Pemerintahan secara adat ada dikemukakan dalam buku P.Tamboen (1952), adanya pengulu, seorang dari merga tertentu dan dua orang anggotanya anak beru dan senina yang merupakan tiga rangkaian yang menjadi badan pemerintahan. Kuasa dari tiga rangkaian ini, adalah sebagai pemerintahan kaum keluarga. Artinya, pemerintah bukan alat pemerintahan seperti dalam penjajahan Belanda, namun mereka adalah alat masyarakat.
UPACARA ADAT UNTUK REMAJA
A. ERKIKER
Dahulu kala ada kebiasaan anak-anak gadis usia akil balik untuk memotong gigi yang disebut “erkiker”. Tujuannya adalah untuk memperindah wajah pada umumnya, mempercantik penampilan gigi dan merapikan bentuk gigi. Untuk itu, gigi dipotong dengan gergaji kecil, lalu dibajai.
B. KACIP-KACIPI
Anak laki-laki yang telah mencapai usia akil balik, ada kebiasaan untuk memotong kulup kemaluannya, itulah yang disebut dengan kacip-kacipi. Pelaksanaannya dilakukan secara tradisional dengan menjepit kulup dengan “keldong namor/kormil” atau memotongnya dengan sembilu atau pisau yang bersih dan kemudian diobati secara tradisional.
C. SERAYAAN
1. Erti kata serayan eme kata dasarna “sera” sera tah pe mesera
2. Mesera eme sada hal si arus italuken. Jadi turah ukur maka sera enda perlu i ras-rasken ngatasisa
3. Jadi, ni iyahken me sima-sima, guna pejore simesera ndai.
4. Jadi gundari SERA + IYAHKEN. Ota serayahken = “SERAYAN”
5. Pejore sera enda ndai perlu pe pedas dung
6. I teremi me; serayahken rikut seraken.
Pelaksanaan serayaken :
1. Serayan naluken sada-sada dahin; tah merdang, rani-ngerik, ngerintak kayu rumah ras dahin-dahin si deban.
2. Ngiahken kade-kade, aron bagepe teman-teman meriah.
3. Sima-sima sireh erdahin labo ngarapken upah.
4. Sima-sima labo saja nampati alu gegeh, tapi ikut nampati alu pemeri si kin biak sini perluken sukut. Adi kerja ngerik siman serayanken, maka karina sukut nikapken page mbaru man kalak simbaru erjabu guna pejayonna. Bage pe i isikapken ka page man aron guna cimpana.
D. INGAN MEDEN ANAK PERANA
Ingan medem anak perana i kuta i gelari Jambur. Ibas kuta tahpe kesain lit me ije Jambur.
Jambur erguna man ingan ercakap-cakap ras runggu ras sidebanna.
Jambur erguna pe jadi bale, adi bale kuta lalit.
Si medem ku Jambur:
a. Anak perana kuta
b. Anak perana kuta dauh
c. Perangmbelin si enggo mbalu, janah ia jadi pengulu jambur.
E. TANDA – TANDA NGESAHKEN ANAK NGGO MBELIN (DEWASA)
Anak diberu :
1. Nggo atan raron kujuma
2. Nggo reh penaptapina (ngidah bulan)
3. Ras sidebanna
Anak dilaki :
1. Nggo gerat-geraten
2. Nggo ndalanken sunat
3. Nggo reh tangkasna mbulu kumisna
4. Nggo ndemi ipenna
5. Sambar sorana ras reh galangna
6. Nggo beluh min kiban-kiban; ukat, ngele ras sidebanna
F. SUMBANG SI SIWAH ( 9 PANTANGAN )
Ngerana ula megang (Bicara jangan keras)
Perpan-tungkuk, ula mengkulibar (Jika makan tunduk, teratur jangan gelisah)
Pernen, rebu ula lebih dua kali (Bila melihat seseorang yang rebu, yang lebih dua kali)
Ridi, rebu timai (Dalam hal mandi, kalau ada yang rebu harus ditunggu)
Perkundul, ula jergok tah saksak, runcayang ngikutken sienterem (Cara duduk jangan jongkok, tapi duduk rapi mengikuti orang banyak)
Peruis, ula seluar potong (Berpakaian jangan celana pendek)
Perlandek – hormat, ula jungkarak-jungkarak (Dalam hal menari, menarilah dengan hormat, jangan tidak sopan)
Perdalanen, la banci erdalan kiam-kiam (berjalanlah dengan tenang, jangan berlari-lari)
Perempo si arus (Dalam hal perkawinan, menikahlah dengan orang yang tepat-menurut adat)
G. STRATEGI MENANG CATUR
Ada satu cara untuk memenangkan permainan catur, yaitu cara dari Pa Pintar (namanya Beloh). Pada saat gilirannya menggeser buah catur, dia cuma mengusap-usap kening, usap-usap kepala, lagi berpikir lagi (berkali-kali). Keningnya berkerut seperti berpikir lagi, tetapi tidak ada usaha menggeser buah caturnya.
Akhirnya, saking lamanya, sang lawan yang main catur telah bosan menunggu, tidak sabar lagi, membalikkan papan catur karena geram dan palak, dan tentu saja menanglah dia. Inilah Beloh si Pa Pintar yang memakai akal tersebut. (sekarang akal tersebut tidak boleh dipakai lagi. Sebab, turnamen catur telah pakai waktu. Tidak lagi seenaknya mengulur waktu, dan tidak ada perselisihan, tidak ada persoalan dan persaudaraan jalan terus)
MIDO – IDO
Terbegi sora bulung, bulung erdeso
I babo makam pahlawan, si lino
Begina sora serko, medodo
Cawir cere sorana mido-ido
Terawih dipul meseng, kutanta ndube
Iluh silumang ras balu-balu erdire-dire
Sorana ndehereng, perenge-renge ate
Em kinata ngayak-ngayak merdeka ndube
Reff
Emaka tangerlah si ncikep si natang layar-layar
Olanai merangap olamin jagar-jagar
Kesah ras dareh kap tukarna merdeka enda
Ola lasam ken kahul bangsanta
Tegumin dage na teman, si enggo cempang
Didong doah dage na anak si enggo tading melumang
Keleng ras dame ate, kalak si sada karang
Em pertangisen kalak si lawes berjuang
Reff
Enggome mbiring langit ban cimber meseng kuta
Enggome megersing lau paya ban iluh tangista
Enggome megara lau lawit ban dareh simbisa
Em kinata ngayak merdeka kita
BAB II
SEKILAS WILAYAH GEOGRAFI
MASYARAKAT KARO
Daerah yang dihuni oleh masyarakat Karo sebelum kedatangan pemerintah kolonial Belanda ke Sumatera Timur sangatlah luas. Mereka menganggap dirinya sebagai suatu bangsa yang merdeka dan tidak pernah dijajah oleh bangsa manapun. Selanjutnya, walaupun mereka tinggal di sekitar wilayah pegunungan, namun karena dipaksa oleh situasi kebutuhan hidup, masyarakat ini mulai mencari hubungan dengan masyarakat di sekitar wilayah pantai. Sebab, sebagai mahluk manusia, mereka tidak dapat melepaskan diri akan kebutuhan garam bagi tubuhnya. Untuk memenuhi kebutuhan ini, sebagian dari mereka mulai turun menyusuri wilayah pegunungan menuju pantai dataran rendah melakukan perdagangan dengan cara barter. Dari pegunungan, mereka membawa sejumlah barang yang akan dibarter, dan sebaliknya, dari pantai mereka lalu mudik kembali ke dataran tinggi memikul garam untuk kebutuhan masyarakat di pegunungan. Kemudian, secara evolusi, karena jauhnya perjalanan, akhirnya sebahagian dari masyarakat ini mulai menetap di dataran rendah sambil berdagang, menanam lada dan tembakau.
Lambat laun, suku Karo semakin berkembang dan wilayah domisili mereka juga semakin bertambah luas. Hampir separuh daerah yang dulu dikenal Sumatera Timur, yaitu membentang dari Tamiang ( perbatasan Aceh ) sampai kerajaan Siak. Adapun tempat-tempat yang didiami oleh orang Karo membentang dari Sipispis disekitar Tebing Tinggi sebelah utara menyelusuri pantai sampai di Langkat, kemudian daerah selatan kearah Tanah Karo sekarang, dan Tiga Lingga ( Kabupaten Dairi sekarang ) terus ke Simalungun atas dan menyambung lagi ke Sipispis. Karena memiliki jiwa petualang yang agresif, suku Karo berkembang lebih lanjut sampai Aceh Tengah, terbukti dari kenyataan bahwa suku-suku di daerah Takengon, Blangkejeren, dan Alas masih memakai marga yang sama dengan suku Karo. Terutama di Aceh Tenggara atau Tanah Alas, selain persamaan bahasa yang masih komunikatif dengan Karo, juga masih banyak persamaan marga. Sampai sekarang apabila ada acara adat, hubungan keluarga antara etnis masih saling kunjung mengunjungi.
Gambaran tentang daerah domisili masyarakat Karo dapat pula dilihat seperti apa yang dilukiskan oleh J.H. Neuman di bawah ini:
‘Wilayah yang didiami oleh suku Karo dibatasi sebelah Timur oleh pinggir jalan yang memisahkan dataran tinggi dari Serdang. Di sebelah Selatan kira-kira dibatasi oleh sungai Biang ( yang diberi nama sungai Wampu, apabila memasuki Langkat ), disebelah Barat dibatasi oleh gunung Sinabung dan disebelah Utara wilayah itu meluas sampai ke dataran rendah Deli dan Serdang.”
Dalam gambaran luasnya, domisili masyarakat Karo ini memang tidak dapat pula dibantah, bahwa ada beberapa bahagian di daerah pantai yang dihuni oleh penduduk Melayu. Namun demikian, kedua suku bangsa ini hidup berdampingan, dan lebih jauh lagi saling berbaur atau berakulturasi diantara sesamanya.
Setelah Belanda melaksanakan strategi politik pax Neerlandica dan misi pentration pasifique- nya, kepedalaman dan dataran tinggi Karo, maka wilayah Sumatera Timur yang hampir separuh dihuni oleh suku Karo, semakin dipersempit dan diciutkan oleh strategi politik devide et impera Belanda. Daerah –daerah yang dihuni oleh orang Karo seperti Simalungun Atas, masuk daerah Simalungun, Alas dimasukkan ke Aceh, Langkat Hilir masuk kerajaan Langkat, Deli Hilir dan Hulu menjadi wilayah Sultan Deli, Tiga Lingga masuk Tapanuli, sedangkan sekitar Bangun Purba, Lubuk Pakam dan Sipispis masuk kewilayah Sultan Serdang. Dataran tinggi Karo yang sebenarnya sebagi sentrum budaya ini, menjadi daerah yang paling kecil. Demikian juga jumlah penduduknya sangat sedikit dibandingkan dengan yang bermukim diluar tanah Karo.
Bentuk dataran tinggi Karo menyerupai sebuah kuali yang sangat besar karena dikelilingi oleh pegunungan dengan ketinggian 140 s/d 1400 m di atas permukaan laut, terhampar di panggung Bukit Barisan serta terletak pada koordinat 20500L.U, 30190L.S, 970 550-980380 B.T diantara gunung-gunungnya yang terkenal adalah: disebelah Utara adalah Gunung Barus, Pinto, Sibayak, Simole dan Sinabung, disebelah selatan terdapat Gunung Sibuaten. Dari semua pegunungan itu, dua diantaranya terdiri dari gunung berapi yaitu: Sibayak dan Sinabung.
Keadaan tanah berbukit-bukit serta diselang selingi oleh lembah dan padang rumput. Zat belerang yang dihembuskan oleh angin dari kedua gunung berapi tadi mengakibatkan tanah disekitarnya menjadi subur. Suatu anugrah Tuhan, bahwa sebagian besar tanah di dataran tinggi ini terdiri dari tanah debu hitam-Andosol-sebagai hasil letusan kompleks gunung api Sibayak dan Sinabung di masa lalu. Tanah inilah yang cocok sekali untuk jeruk, cengkeh, palawija, kentang dan lainnya. Di bagian lainnya tanah ini bercampur dengan bahan yang berasal dari letusan gunung Toba dizaman dulu. Secara singkat kekayaan lahan dataran tinggi karo merupakan perpaduan dari faktor luasnya, kesuburannya, letak yang dekat ke Medan. Faktor-faktor inilah yang menunjukkan dataran tinggi Karo menjadi pusat produksi holtikultura. Oleh karena itu tidak mengherankan jika lingkungan yang sangat subur ini dimanfaatkan oleh masyarakatnya untuk bertani.
Suhu udara di dataran tinggi Karo sangat sejuk, berkisar antara 160 s/d 270 C dengan kelembaban udara rata-rata 28%. Musim hujan lebih panjang dibanding kemarau dengan perbandingan 9:3. Awal musim hujan bulan Agustus, berakhir bulan Januari dan musim hujan kedua dari bulan Maret sampai Mei setiap tahunnya, dengan curah hujan pertahun antara 1000 s/d 4000 mm.
Karena penataan struktur pemerintahan yang dilakukan pemerintah Belanda di Sumatera Timur, wilayah dataran tinggi Karo dijadikan dengan Simalungun menjadi sebuah afdeling Simalungun en Karolanden. Tetapi setelah kemerdekaan Indonesia, dataran tinggi Karo menjadi sebuah kabupaten, dan hampir semua penduduknya bersifat homogen, yaitu masyarakat Karo. Memang jika dibandingkan dengan luas domisili dan pemukiman masyarakat Karo sebelum kolonialisme Belanda masuk Sumatera Timur, dataran tinggi sangatlah kecil, dan luaslah seluruh wilayahnya berkisar 2127,3 km.
Penduduknya berdasarkan sensus yang pernah dilakukan pemerintah Belanda tahu 1920 berjumlah 74.568. Pada tahun 1930 populasi mereka bertambah menjadi 84.462. Pasca revolusi, jumlah penduduk Kabupaten Karo, berdasarkan hasil sensus yang dilakukan pemerintah Indonesia pada tahun 1961, berjumlah 147.700 orang. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa masyarakat Karo lebih banyak berdomisili di luar dataran tinggi Karo, ini dapat dilihat dalam statistik penduduk Sumatera Timur pada tahun 1930. Wilayah Sumatera Timur yang hampir sepertiga luasnya dihuni masyarakat ini, populasinya adalah sebanyak 145.429 orang. Hampir lima puluh persen mereka berada di luar sentrum budayanya. Sedangkan dalam statistik jumlah penduduk yang dilakukan pemerintah pada tahun 1961, jumlah mereka diketahui lagi secara pasti, sensus ini tidak lagi memuat data penduduk berdasarkan kelompok etnis, sehingga secara pasti jumlah mereka tidak diketahui.
Sesuai dengan keadaan alamnya, maka, mata pencaharian utama dari masyarakat Karo umumnya adalah bertani atau bercocok tanam. Bagaimana ketangguhan mereka hidup sebagai petani, jauh sebelumnya telah diuraikan oleh Anderson. Bagi mereka adalah biasa meninggalkan anak dan istri di pegunungan, dan turun di pantai Timur Sumatera untuk menanam lada, dan hanya kembali sekali dalam setahun untuk beberapa hari dengan membawa hasil pekerjaannya. Lebih jauh digambarkan bahwa dalam kebiasaan menghemat dan keinginan mengumpulkan uang, orang Karo mempunyai persamaan dengan orang-orang Cina.
RESTRUKTURISASI POLITIK DAN PEMERINTAHAN
Dalam melaksanakan politik pasifikasinya dan untuk menguasai daerah-daerah tertentu, Belanda menata pemerintahan dan struktur politik lokal selalu dengan cara menanamkan kemungkinan-kemungkinan perpecahan atau devide et impera, baik dari sudut kultural, historis, politis, geopolitis, dan lain-lain. Selain itu, perluasan wilayah ini erat kaitannya dengan tuntutan swasta untuk meluaskan jaringan eksploitasi, maupun jaringan keamanannya. Demikian juga ke Karo, motivasi utamanya melancarkan perluasan wilayah ini adalah untuk keamanan investor perkebunan swasta di Sumatera Timur.
Ditetapkannya wilayah adminsitratif onder afdeling Karolanden serta batas-batasannya dengan daerah lain, berarti Belanda berhasil memecah belah pemukiman masyarakat Karo yang sebelumnyabegitu luas. Orang-orang Karo yang bermukim di Simalungun Atas masuk ke wilayah Simalungun. Sedangkan yang bermukin di sekitar Tigalingga, masuk wilayah Tapanuli. Masyarakat Karo yang berada di Tanah Alas, masuk wilayah Aceh, Langkat Hilir dan Langkat Hulu, menjadi kaula Sultan Langkat. Sedangkan mereka yang bermukim di Deli Hulu dan Deli Hilir menjadi penduduk Sultan Deli. Dan yang berada di Bangun Purba serta kawasan Sipispis ditetapkan menjadi penduduk Sultan Serdang.
Akhirnya, dataran tinggi Karo sendiri dibagi menjadi lima landschap, yang masing-masing dipimpin oleh seorang zelfbestuur dalam satu onder afdeling, menjadi wilayah paling kecil dengan penduduk minoritas dibanding tempat lain. Kelima landschapen tersebut adalah;
Landschap Suka
Landschap Lingga
Landschap Barusjahe
Landschap Sarinembah
Landschap Kuta Buluh
Selanjutnya, tiap-tiap Landschapen dibagi pula atas beberapa urung yang membawahi beberapa buah desa atau kuta. Adapun urung tersebut adalah beberapa sebagai berikut:
1. Landschap Suka terdiri dari empat urung:
1. Urung Suka berkedudukan di Suka
2. Urung Sukapiring berkedudukan di Seberaya
3. Urung Ajinembah berkedudukan di Ajinembah
4. Urung Tongging berkedudukan di Tongging
2. Landschap Lingga terdiri dari lima urung:
Urung Sepulu Dua Kuta berkedudukan di Kabanjahe
Urung Telu Kuru berkedudukan di Lingga
Urung Tiga Pancur berkedudukan di Tiga pancur
Urung Empat Teran berkedudukan di Lingga
Urung Tiganderket berkedudukan di Tiganderket
3. Landschap Barusjahe terdiri dari dua urung:
Urung Si enem Kuta berkedudukan di Sukanalu
Urung Si Pitu Kuta berkedudukan di Barusjahe
4. Landschap Sarinembah terdiri dari empat urung:
Urung sepulu pitu kuta berkedudukan di Kabanjahe
Urung perbesi berkedudukan di Sembelang
Urung Juhar berkedudukan di Juhar
Urung Kutabangun berkedudukan di Kutabangun
5. Landschap Kutabuluh terbagi atas dua urung:
Urung Namohaji berkedudukan di Kutabuluh
Urung Liang Melas berkedudukan di Mardinding
Landschap Sarinembah terdiri dari empat urung:
Urung Sepulu Pitu Kuta berkedudukan di Kabanjahe
Urung Perbesi berkedudukan di Sembelang
Urung Juhar berkedudukan di Juhar
Urung Kutabangun berkedudukan di Kutabangun
Masing-masing urung ini dipimpin oleh seorang bapa urung yang kemudian disebut juga raja urung, ia membawahi beberapa buah desa atau kuta yang dipimpin oleh seorang pengulu, dan desa sendiri terbagi beberapa kesain yang dipimpin oleh seorang pengulu kesain. Ketika Karo tiba di dataran tinggi Karo, maka jumlah desa yang harus diatur dan ditata pemerintahannya sebanyak limaratus.
Setelah penataan struktur pemerintahan ini dijalankan, berarti beberapa sistem pemerintahan adat mulai diabaikan, namun mereka tetap menjalankan fungsi sebagai penguasa lokal tetapi untuk kepentingan Belanda. Demikian pula sistem pemerintahan raja yang sebelumnya tidak dikenal, mulai dilegitimasi oleh Belanda. Dalam menata struktur kekuasaan ini secara vertikal mulai dari atas ke bawah, diangkat dua orang untuk menduduki satu jabatan. Dalam ketentuan ini, siapa diantara mereka berdua duluan meninggal dunia, maka yang hidup akan menduduki jabatan tersebut secara turun temurun. Akibat perubahan suksesi kekuasaan yang ditimbulkan Belanda ini muncullah rivalitas diantara sesama mereka yang pada hakekatnya masih sembuyak (bersaudara). Perseteruan yang diciptakan ini akhirnya menimbulkan permusuhan antara pihak yang bersangkutan dan sekaligus antara keluarga masing-masing, sampai kepada anak beru, kalimbubu, dan sembuyak. Dengan demikian, tidak mengherankan sistem penataan struktur kekuasaan yang diciptakan Belanda ini membawa perpecahan yang hampir merata diseluruh dataran tinggi Karo.
Dengan dilaksanakannya sistem pemerintahan ini, maka loyalitas Sibayak dan bawahannya terhadap pemerintah kolonial Belanda sudah semakin meningkat, dan tatanan pemerintahan berdasarkan adat istiadat sudah semakin menipis, elit birokrasi Belanda (Binenlands Bestuur) itu semakin memaksakan cara-cara pemerintahan mereka, dan makin mengabaikan nilai-nilai lama yang berlaku pada masa sebelumnya. Maka menjelang tahun tigapuluhan, Belanda telah berhasil menciptakan sibayak dan raja-raja urung yang kelihatannya seolah-olah keturunan dari dinasti-dinasti, raja-raja yang berdaulat. Tetapi kenyataannya, jika seseorang melihat bagaimana seorang seorang sibayak dan raja urung disambut setiap kesain, orang akan mengetahui betapa tipisnya kewibawaannya, yang sebelumnya juga tentu lebih tipis lagi. Bangsawan-bangsawan ini mendapatkan kewibawaannya bukan dari bawah, akan tetapi wibawa ini direkayasa dari atau oleh pemerintah kolonial Belanda.
Dengan demikian, setelah pemerintah kolonial Belanda menguasai Tanah Karo, maka gelar sibayak yang sebelumnya berkonotasi untuk orang kaya atau hartawan, berubah konotasinya berubah menjadi gelar raja dan kepangkatan, serta lazim pula dipakai bagi seluruh keturunan sibayak. Demikian juga pengangkatannya ditentukan oleh Belanda mulai dari pengulu, raja urung sampai sibayak beslitnya dibuat atas persetujuan Belanda setelah lebih dulu diselidiki.
Kemudian garis perintah dala sistem pemerintahan ini secara vertikal mulai dari atas ke bawah sifatnya tidak langsung, demikian juga dalam hal penyampaian laporan bawahan ke atas. Artinya, pemerintahan yang hirarkis ini harus mengikuti jenjang atau tingkatan di bawah apabila perintah, dan sebaliknya jika hal itu laporan. Demikianlah dalam hal perintah controleur menyampaikan pada sibayak, kemudian dia akan meneruskan pada raja urung, selanjutnya ia menyampaikan pada pengulu baru kemudian sampai kepada rakyat. Sedangkan dalam hal laporan berlaku pula sebaliknya sesuai dengan tingkatan yang berada di atasnya.
Berbeda dengan sebelumnya, pendapatan dan penghasilan seorang aparatur pemerintahan diatur oleh adat. Tetapi setelah kedudukan mereka dilegitimasi, serta diatur dan ditata oleh pemerintah kolonial Belanda, maka sebagai aparatur zelfbestuur penghasilan dn pendapatan mereka setiap bulan diatur oleh amtenar-amtenar binendland bestuur Belanda. Besar pendapatan seorang sibayak masing-masing berbeda, disesuaikan dengan wilayah dan jumlah penduduknya. Menjelang akhir pemerintah kolonial Belanda, Sibayak Lingga menerima gaji dari kas landschap sebanyak f.250.00,-, sedangkan sibayak Sarinembah f.230.00,-, Sibayak Suka menerima sebanyak f.200.00,-, Kemudian sibayak Barusjahe sebanyak f.180.00,-, dan yang paling sedikit pendapatannya adalah sibayak Kutabuluh, hanya sebesar f.150.00,-. Selain menerima gaji sebagai penghasilan tetap, masing-masing mendapat bonus uang perjalan dinas sebanyak f.70,-, di luar itu sebagai uang duduk diperoleh pula f.1,20,- dari tiap persidangan balai raja berempat, demikian pula dalam persidangan raja urung.
Sama dengan sibayak, raja urung juga secara teratur juga mendapat penghasilan.pendapatan seorang raja urung paling rendah adalah f. 50.000, ukuran ini diambil dari jumlah penduduknya yang kurang dari pada 2000 orang. Jika lebih, maka tiap-tiap 1000 orang akan ditambah f.5 lagi. Dan sebagai bonus perjalanan dinas setiap bulan mereka menerima masing-masing f.15,- dan uang duduk dalam balai raja diperoleh sebanyak f. 0,75. Jika ditotal, penghasilan mereka hanya kira-kira f.2.400 pertahun, sangat kecil jika daibandingkan raja-raja lain di Sumatera Timur, tetapi sudah sangat luar biasa banyaknya dalam kondisi sosial dan tradisi di daerahnya.
Berbeda dengan sibayak dan raja urung, pengulu sebagai aparatur pemerintahan paling bawah dalam hirarki ini tidak mendapat gaji dari kas landschap, mereka hanya memperoleh penghasilan dengan menerapkan model kultur procenten, terutama dari pajak yang ditagih, sebayak 8% dan 5% dari rodi pajak yang tidak dikerjakan rakyat tetapi dibayar dengan uang. Tiap-tiap tahun mereka memperoleh bonus f 10,- bagi penduduknya 100 jiwa dan paling tinggi f.55,- bagi yang berpenduduk 500 jiwa atau lebih. Sedangkan dari balai kerapatan urung, mereka hanya memperoleh f.0,60,- jika duduk sebagai anggota.
Penduduk Karo mulai berkenalan dengan pejabat-pejabat Belanda yang ditempatkan di daerah ini (para controleur). Selain itu, pejabat pemerintah lokal dan controleur mempunyai kepentingaan dalam mensukseskan sistem birokrasi pemerintahan, karena mereka menikmati culturprocent, atau suatu persentase tertentu dari jumlah hasil yang diserahkan oleh rakyat.
Ke lima sibayak sebagai zelfbestuur pemerintah kolonial Belanda memiliki kas perbendaharaan kerajaan yang bernama onderafdelingkas. Perbendaharaan ini dipegang oleh bendaharawan pemerintah yang ditunjuk. Dialah yang bertanggung jawab tentang semua urusan keuangan untuk keperluan pemerintahan, dan melaporkan urusan keuangan ini kepada perbendaharaan pemerintah yang berada di Medan secara berkala.
Dengan demikian, tatanan pemerintahan yang tercipta oleh pemerintah kolonial Belanda ini, walaupun akhirnya menciptakan semacam pemerintahan yang berbau feodalistis, tetapi secara umum pemerintahan sudah semakin tertata dengan teratur jika dibandingkan dengan situasi sebelumnya di dataran tinggi Karo. Belanda sama sekali tidak mengalihkan control kekuasaan atas tanah di kesain kepada aristokrasi keningratan baru ini. Fakta ini, menunjukkan orang-orang Karo turun dari gunung membantu saudara-saudara sesukunya dalam perang Sunggal-Belanda menjamin tidak akan ada tanah yang dialih gunakan kepada perkebunan asing di tanah Karo. Keteraturan ini dilanjutkan oleh Jepang ketika mereka tiba di daerah ini, hanya jabatan controleur yang digantikan oleh seorang Gunseibu.
Berakhirnya era kekuasaan jepang bersamaan dengan dicetuskannya proklamasi kemerdekaan Indonesia, maka struktur pemerintahan berubah pula. Wilayah Tanah Karo yang tadinya terdiri dari lima lansdchap menjadi sebuah kabupaten, dan terdiri dari tiga kewedanan yaitu: kewedanan Karo Hilir, Kewedanan Kabanjahe dan Kewedanan Karo Jahe. Ketiga kewedanan ini, masing-masing membawahi sejumlah kecamatan, seluruhnya terdiri dari 15 Kecamatan.. Selanjutnya, setelah beralih dari Negara Sumatera Timur menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewedanan Karo Jahe dijadikan menjadi wilayah administratif pemerintah Kabupaten Deli Serdang. Adanya perubahan ini berarti wilayah dataran tinggi Karo kembali seperti sebentuk pemerintahan kolonial Belanda.
BAB III
RELIGI DAN KEPERCAYAAN
TRADISIONAL KARO
RELIGI (KEPERCAYAAN TRADISIONAL)
Sope dengan lit masuk agama simbaru, kiniteken kalak Karo enggo lit man Dibata. Kiniteken sibagenda rupa nikataken igelari perbegu. Kinitekan man Dibata, tek man kuasa-kuasa si la idah (gaib).
Rikutken kiniteken agama perbegu, maka manusia terjadi ibas kula, tendi ras kesah. Erti perbegu, asal katana begu, ertina hantu, tendi kalak si enggo mate. (roh orang yang telah meninggal).
Adi sekalak perbegu mate, dagingna mulih ku taneh, daerahna mulih ku lau, kesahna mulihken ku angin, tendina lawes jadi begu.
DIBATA SITELU
Kalak agama Perbegu (Pemena), tek man Dibata sitelu ras kuasa-kuasa si la idah. Dibata sitelu menurut kiniteken Pemena emkap :
o Dibata Datas, eme Guru Batara, Dibata singerajai langit.
o Dibata Tengah, biasa ka igelari Tuhan Padukah ni Aji, eme si erkuasa i bagin tengah tahpe i tengah doni enda.
o Dibata Teruh, eme penguasa i teruh doni, biasa ka pe igelari Dibata Banua Koling.
Menurut Kelahiran Manusia, Lit 4 Puangna :
Erpuangken Taneh
Erpuangken Lau
Erpuangken Angin
Erpuangken Api
Si empat enda, lit pedauh kerina sifat ras carana, rukur, erdahin ras penggejapenna. Apaika pertubuhna, lit tubuh Senin-Selasa-Rabu-Kamis-Jumat-Sabtu ras Minggu. Si enda pe lit nge ertina ibas sifat-sifat ras kegeluhenna. Adi kai kin ndai dasar ras puangna sada-sada kalak, em pagi ikutina ibas geluhna. Adi lawanna kin jabat-jabatenna, labo lolo kugapa pe susah nge iakapna. Pengindo enda em umpamaken bagi banurung i lau.
Paranormal enda, sope ia tubuh pe enggo lit tersurat ibas badanna, enggo kin tendina pe lain asa jelma sideban. Paranormal tah guru enda maka ia tahan arus tendina piher, umpama ibas perkakas besi. Umpama tendina sekin, cabit, patuk, kapak, piso rempu pirak rsd. Lit ka pe deba tendina bedil, mariam, rsd.
Tentu megegeh nge tendina maka banci ia jadi paranormal/guru. Paranormal enda banci nge ia erpuangken taneh, lau, angin tah api. Paranornal termasuk kalak si erjabat-jabaten. Sinikatekan paranormal/guru, lit pemetehna lain asa jelma sideban:
Banci ia komunikasi ras roh-roh halus
Ia banci seluken (kesurupen)
Lit dua lapis pengenen matana, idahna roh-roh halus.
Ersora kerahungna, banci ia ngerana ras roh-roh dunia.
Tehna niktik wari si 30 desa si waluh beluh ia ndarami barang bene.
Tehna erti nipi.
Tehna ngoge suraten tubuh ayo, tan, bulu retak tan, endeng ibas kula rsd.
Tehna ngenen pinakit, kena kai ia sakit, biasana tah kena setan.
Tehna ngenen rasin, jelma, ngenen rasin, jelma, ingan tading, jabat-jabaten, rsd.
Beluh ia ngarkari, ngulak, ersilihi, erbahan tangkal-tangkal, erbahan ajimat-ajimat, rsd.
Beluh ia mah bahi nipi jahat gerek la mehuli, bahan-bahanen kalak si jahat.
BEGU JABU
Begu jabu tah begu kade-kade, eme gebu kalak si enggo mate, si ndeher ku jabu e. Bagepe labo kerina begu si banci jadi begu jabu. Syarat-syarat sinibanci jadi begu jabu emekap:
Mate ibas bertin
Mate lenga ripen
Mate sada wari
Mate nguda
Mate enggo metua
Sinikataken begu jabu, eme begu nini opung, bagepe begu keluarga bagi sitertulis si arah datas enda. Gunana man penjaga jabu. Ikataken kape begu enda, ia pagar jabu. Adi megegeh begu jabu e, amin kai pe ibahan kalak man bana, la mempan. Simada jabu e tetap sehat ras mejuah-mejuah.
Situhuna, kerina kalak Karo lit nge begu jabuna. Ipakaina tah lahang, terserah man sada-sada jelma tah jabu. Adi begu jabu, kugapap pe, i kelengina nge kempuna e (simada begu jabu e).
BEGU BATARA GURU
Enda jelma si mate ibas bertin. Ikataken kape begu perkaku jabu, begu penjamin keluarga. Maka ola begu Batara Guru nuhsahi si enggeluh, maka ibahan bere-berenna. Kune begu enda nuhsahi keluarga, ikataken pe teridah/tersendung, maka ibahan me upacara ngelandekken galuh. Ije biasana ibenaken alu erpangir ku lau, ras berngina perumah begu. Adi perumah begu jabu pe/cibal manuk telu, ibahan ka nge pangir ridi ku lau kerina sukut. Emaka mulih lau nari seh i rumah ertambar. I oge manuk sangkep si telu e. Ku rumah begu jabu, nuri-nuri ia man sangkep. Tah adi lit pinakit, iturikenna kai ibahan tambarna, biasana pinakit pe malem.
BEGU BICARA GURU
E me begu ibas anak-anak nari si mate lenga ripen. Ikataken me begu perkaku si peduaken.
BEGU SI MATE SADA WARI
E me begu kalak simate la erkiteken pinakit, tapi mate rempat (ndabuh, bunuh kalak, mate erperang ngelawan musuh, mate mpertahanken kebenaren, rsd). Ikataken ka pe begu perkakun jabu sipeteluken. Kempak begu si mate sada wari pe perlu ka ibahan bere-beren, ras pakaianna lengkap.
ERBAGE-BAGE BEGU
Ibas kiniteken kalak Karo, lit erbage-bage begu. Emkap begu si danci nampati, gelarna begu jabu. Lit ka begu jinujung. Lit ka begu darat, begu enda emkap begu si nggit nganggu manusia, gelarna emkap:
1. Simate kayat-kayaten, ia mate sakit-sakiten
2. Begu Tungkup, eme begu diberu singuda-nguda simate lenga sereh. Begu enda pe perlu sihamat-hamati sebab ia pe nggit ngeigei.
3. Begu Mentas, eme begu jabu ibas kalak sideban nari.
4. Begu Menggep, eme begu jahat, ia rusur ngempangi i teruh karang tah i teruh redan rumah
5. Begu Sidangbela, eme begu diberu-diberu si mberat kulana (sinatang tuah tah anak-anak). Inganna ibas jahen tapin. Antina, baba jerango ibas layam kalak si mberat kulana. Anak-anak burakenna jerango e.
6. Begu Juma, enda begu kalak si mate secara umum, ia usur nganggu kalak si erdahin i juma. Emaka metenget kalak si erdahin i juma, banci i selukina, laeteh oratna pe mis ia rubati, gelarna begu jaman.
7. Begu Ganjang, e me begu siganasna. Begu enda banci suruh-suruhen simada begu ganjang e, banci suruh gelah i cubanan kalak, bekasna meratah kerahung. Deba i cekakna, mis rere dilah si cekakna e, mata bendil. Adi la metenget, tah la mis itambari, danci erbahan kalak mate rempet. Tangkalna ibahan kalak jerango ras benang benalu, eme benang megara, mbiring ras megersing, si eme persada, i putur-putur. Rakuti jerango e salu benang benalu e. Ibaba kujapape lawes.
8. Begu Sirudang Gara, begu enda pe suruh-suruhen, banci ia i suruh njaga juma, njaga kolam binurung, kolam gelah ola i tangko kalak. Adi reh pinangko e, mis i pasapna danci mate pinangko e, tah mate sarapen dagingna e.
9. Gelar Begu-begu
Adi isungkun guru si erpemeteh, gelar begu e seh kal buena. Kerina singgeluh adi enggo mate lit kerina beguna.
a. Begu manusia si enggo mate
b. Begu binatang jinak (asuh-asuhen)
c. Begu binatang liar si enggo mate
d. Kerina si enggeluh adi enggo mate, karina si enda lit beguna. Perbahan buena begu enda, ijenda sibatasi saja kerna gelar begu-begu enda.
10. Maka Ikataken Perbegu
Kalak sitek ku kempak kuasa – kuasa begu (roh-roh) maka ikataken ia perbegu (pemena). Kerina lit positifna lit negatifna. Kai saja si lit i doni enda, pasti lit mehulina lit ka si la mehulina. Begu e pe lit mehuli lit la ia mehuli.Begu Jabu mehuli, Begu Darat la mehuli, em kataken perbegu.
Lit ka pe Begu Jabu la mehuli, gelarna Pajuh-pajuhen. Lit ka nge galuhna, lit ka sikatna ersora, lit pupukna, lit ka tongkat malaikatna. Adi la i pajuh mate 4, adi i pajuh mate 8. Lanai lit simajuhsa denga jadi kuan-kuan kalak seh asa sigenduari, la pajuh mate 4, adi i pajuh mate 8.
11. Kehamaten Perbegu
Mulai berkat cibalken belo, jumpa kayu mbelin cibalken belo, jumpa batu galang cibalken belo, jumpa lau cibalken belo, seh uruk, cibalken belo, jumpa galuh cibalken belo, jumpa berneh cibalken belo.
Mula-mulana kehamaten, dungna enggo jadi kebiasaan, mbiar adi la lit belo manai pang anakna mentas. I ajarina anakna mbiar, ena nah, lit nini para mbiring, takalna nina ena lit begu juma, ena lit begu lau, lit begu mbal-mbal nina. Dungna jadi sinaggel, mbiar anak na i rumha, mbiar ia ku mbal-mbal. Dungna anakna jadi bodoh.
12. Pedah Nini Para
Sini ikataken pedah nini para, em pedah simehulina kal. Adi kita kalak Karo arus mbiar man Dibata, tengah rukur, pang rawin jemba, pang empo, pang nereh, adi getuk ateta kalak getuk lebe dagingta. Tawa pe ola tawasa. Tangis pe ola tangissa, adi ridi ibas lau malir, ula jului kalak ridi. Adi tapin pancur, ermboah lebe. Ngerana ula metuda, ula mederngas, mbacar ras metami. Mejingkat, ula murbit, ula metik-tik.
Ula percian, ula anceng, ula cikurak,. Meteh mela, meteh mehangke, meteh mereha nggeluh ermalu-malu ibas simehuli
Adi mengga ate bagin kalak, bahan ajangta. Mehamat man kalimbubu, metenget man senina, metami man anak beru, adi kita erlajang, daramilah bapa-nande.
Metenget ras terbeluh, em asam gedang-gedang tinali dua tampukna. Lit nge pengadi-ngadin batu megulang. Adi mbiar mbalu tah baluken kalak, ola empo.
Kala sikugapa pe perlu tungkir. Adi tawa kalak ikutken tawa, adi tangis kalak ikutken tangis, nggeluh enda lit nge pernangkeng-nangkengen lit nge perngincuah-ngincuahen. Padanta ras Dibata si ndube labo terelukken. Adi sidahi sada kerja, sitandailah man banta ise kita, anak beru, senina ntah kalimbubu.
Inganilah ibas jabunta. Banci merawa tapi ola meringes.
Banci rubat ibas jabu, tapi ola nuhsahi kalak. Sidungilah meter persoalen jabunta, sebelah rumah pe perlu betehen, meriah kal minter.
Mbue denga, tapi enda me lebe pedah-pedah ninita siman ingetenta.
Mbue denga kal kiniteken pemena si lenga i suratken ibas buku enda. Sebab, nininta kalak karo melalakal pemetehna simehuli man asam geluhta. Erkite-kiteken la sipelajari, piahna enggo melala bene. Emaka labo tadingsa denga, mulai genduari narilah gia ulihi sipelajari gelah ula bene pemeteh ninita si melias ndube.
RALENG TENDI
Si ni kataken Raleng Tendi emkap ; Lit sada kerja kalak pemena sada kalak sakit. Emaka aleng guru tendina. Bagepe tah lit sada kerja berngir, ibahan kerja e gelarna Raleng Tendi.
- Sini pulung sangkep nggeluh anak beru, senina, kalimbubu.
- Inganna ibas jabu sukut
- Tik – tik wari si telu puluh, buat wari mehuli 12 berngi bulan dates
Pulungenna :
Baka
Bulung – bulung si melias gelar
Beras meciho ibas pernakan
Tinaruh manuk raja mulia
Amak mentar
Dagangen mentar
Kumenen
Pelaksanaanna :
- Ngerjaken waktuna berngi ibas ingan si enggo tentuken, si ngalengsa guru si beluh ermangmang. Lit ka guru si dua lapis pengenen matana, lit ka guru si ersora kerahungna.
- Sukut ercibal belo lebe man begu jabuna ras man begu ninina si arah lebe.
- Guru permangmang ersentabi lebe emaka idilona tendina, a di perlu idilona jinujungna. Sini aleng tendina, kundul ibas amak mentar, lum lum i ia alu dagangen putih. Tatang baka i babo takalna. Sinatang baka singuda-nguda si ernande erbapa. Nalang baka dua kalak
TENDI
Tendi lit ibas setiap jelma, erbahanca manusia banci nggeluh. Tendi manusia rapat hubungenna ras kulana. Tendi enda banci pindah-pindah ku ingan sideban. Janah adi kita tunduk, tendinta banci kawas ku sada ingan si ndauh.
Adi tendi sada-sada kalak la rumah tahpe la ras ia, maka manusia e medungen tah pe sakit. Menurut surat kulit kayu tah pustaka laklak kayu gelarna pustaka najati (enda enggo ibaba Belanda ku negerina), tendi ibas manusia lit buena 25, antara lain gelarna :
1. Sandakara
2. Sandakiri
3. Dijungjung
4. Sigulimang
5. Sitandek
6. Sihara-hara
7. Sangkep marpulung
8. Silindung bulan
9. Rsd
Tendi enda lit gunana sada-sada. Lit gelah sehat, lit gelah megegeh (kuat), lit merawa, lit anak main, lit gelah mejingkat, lit gelah mejile, lit bergaul senang. Enda me guna tendi ndai kerina, guna pesehat badan manusia.
BIRAWAN
Adi lit sengget sekalak anak-anak, tua-tua, tah dilaki tah diberu, banci terpelaga tendina. Lanai i rumah tendina, ceda dalan darehna. Tanda-tandana kalak si lanai i rumah tendina emkap:
1. Kalak e sakit, ayona mekuho (pucat), la entabeh man, tunduh kurang, adi tunduh nipi-nipin, tempa-tempa marun, nahena ras tanna mbergeh,
2. Ukurna la erturi-turin, reh malasna kai pe, la atena bage, ngerana pe ia malas, tah mbacar gia ia kidekah nari, tapi ngue-ue pe ia lanai terkena, ia nggo jadi motu
3. I tambari ku rumah sakit, ia la sakit nina dokter. Enda tersundung man guru sibaso maka ia lit sengget, ia birawan.
Kalak birawan perlu ibahan kembarna gelarna; i kiap tendina, tah i kicik tendina. Si ngelakokenca eme guru sibaso. Nambari enda pe labo bali kerina pinakit kalak sibirawan. Tapi erbage-bage macam cara birawan . ermkap:
Sengget ia perban jumpa ras nipe galang
Lit ia i sergang beruang
Lit ia sengget ibahan perkas angin
Perban lau mbelin
Lit birawan ibahan keramat (endam si meserana nambarisa. Adi la tengteng tambarna, danci gila, adon, lit ka deba mate)
Adi kena keramat si bage, orati keramat si ngulahisa, kai ibahan maka enggo noba (malem) pinakitna e. Lit i lepasken manuk kohul, lit i pindo keramat e kambing putih, rsd. Adi enggo i galar utang e, maka si sakit aren malem pinakitna. Lit ka perlu i kiap tendina, gelarna ranjab-anjab.
ERPANGIR KU LAU
Nai-nai nari, kerja Erpangir Kulau enggo lit ibahan nininta. Seh pe asa jaman sigundari, lit dengan ibahan kerja Erpangir Kulau. Sinoria adi Erpangir Kulau, tentu lit sada-sada tujunna. Emkap :
Ersura-sura sukut jumpa rejeki ia
Enggo lit malem ibas sada pinakit
Lit ibas sukut gelah ipetunggungna atena sangkep geluhna.
Idah kalak enterem kade-kadena, mehangke kalak ngenehen ia
Si pulung ibas Erpangir Kulau;
Sukut
Anak Beru
Senina
Kalimbubu
Ni kataken sangkep nggeluh ibas sukut, kataken pengulu, undang anak kuta, bagepe kade-kade si ndauh, si ndiher Desa Siwaluh, si erdemu urat ni jaba, si pesanggeh ruhi ni page, si pesawan taruk nu jambe.
Adi nggo sue arih, titik wari si 30 rembang wari mehuli, katikana salang sai bulan si mehuli. Tenahken kade-kade e kerina. Erpangir Kulau sada kerja mbelin ibas kalak Karo. Lit guruna si erbahan bulung pengarkari tah pe ikalaken pangir e.
Pelaksanaanna :
Berngina enggo pulung kade-kade, ibahan me sada kerja perumah begu, tah pe ibahan persembahen man nini-nini si enggo mate
Arih anak beru, senina ras sukut, kuga tata kerja ibas wari sipagi, terang wari.
Enggo dung pangir, berkat jabu sukut nari kulau arakken gendang. Atur perdalan, arah lebe sukut, senina, kalimbubu, gendang keluarga ras jelma si enterem.
Seh i lau, ridi erpangir ku lau malir, kerina ridi. Sukut, anak beru, senina bagepe kalimbubu ras ise si atena erpangir banci ia ikut erpangir.
Dung er pangir, mulih ku rumah. Sukut arah lebe, arakken kalimbubu ras anak beru. Ku rumah paluken gendang si enterem ikut arah pudi.
Seh i rumah, ibahan acara sukut, ibahanna tototna man Dibatana ras begu-begu ninina. Toto em toto si mehuli.
Tujun Erpangir
Buang sial, gelah seh sura-sura. Lit enggo seh sura-sura sukut. Adi sinoria, ibas kerja em si enterem ngidah kuga teremna kade-kade sukut enda. Manai lit perang-perang nina musuhna, adi bagoh teremna kade-kadena, labo pang kita musuhisa, em sada tujun Erpangir Kulau.
Mpepulung sembuyak, anak beru, senina, kalimbubu, ras kade-kade gelah ibas kerja e, banci sempat kundul, jumpa ayo, man ras, bagepe landek meriah.
Erpangir Kulau enda sada pesta budaya Karo simehuli. Pepulung kerina keluarga. Kai pe agamana, pendahinna, adi sangkep nggeluh arus pulung secara adat Karo. Adi ertenah kalimbubu, arus reh anak beru. Kai pe dahin i dahi anak beru.
Pemerintah kita i Indonesia enda pe ermeriah ukur, sebab i suruhna nge tiap-tiap suku melestariken budaya suku masing-masing. Maka Erpangir Kulau enda ibas kalak Karo perlu denga kal i lestariken i tiap-tiap desa, adi lit sukutna.
PERUMAH BEGU
Erbage- bage Dalanna Perumah Begu
Lit kalak mate rempet, mate sadawari, mate la ieteh kena kai. Si enda i perumah beguna, sebab, ibas perumah beguna e, ieteh kai arah kurumah beguna e, bagem dalanna mate.Adi nggurapasi kin matena, teridah kari arah guru sibaso e. Sebab, adi pemena ia perumah beguna, em maka asli kuga kin kejadianna ibas ia mate e.
Lit ka Perumah Begu erkiteken riah-riah ukur, sura-sura pusuh. Adi sibagenda rupana, tik-tik warina si 30, tenahken guru sibaso, pekundul ibas jabuna sukut.
Lit pe kerja sukutna enterem, em kap ngampeken tulan-tulan ku geriten. Bernginna perumah begu simate-mate sibagenda rupa, lit guruna dua, telu tah empat.
Gunana Perumah Begu
Sejarah perumah begu, em kap lit sada jabu seh kal bayakna tanehna, sabahna mbelang, kerbona, lembuna, kudana ras asuh-asuhenna mbue. Anakna 3 kalak dilaki, teluna enggo erjabu. Mate bapana ras nandena. Teluna anakna enda ndai lanai siangkaan, aminna pe mbarenda rusur ipedahi nande bapana asum nggeluh denga. Teluna anak enda enggo si adu-adun ku balai. Telu tahun dekahna ia enggo erpekara lalap la erkedungen. Enggo melala duit keri ongkos perkara, perkarana lalap la dung, lalap la dat keputusenna, mundur asa lalap.
Dungna, reh ukur sintua, adi siperumah begu nande, ia sibahan nimbang perkaranta, kuga akapndu agi kam duana. Nina me singuda, aku setuju, nina sintengah aku pe setuju. Suei arihna, ibahan me lakon perumah begu. Nehen wari-wari si 30, enggo tudu warina. Ipekundul guru sibaso. Guru Sibaso paksa si e dilaki.
Nilai Perumah Begu
Perkara si mbelin pe kerina selesai adi perumah begu simate-mate. Budaya ras seni, berperan kal ibas-ibas ngelaksanaken adat tah sada keputusen. Kata-kata guru sibaso lit kesanna ras munusuk kubas pusuh peraten, medate ibahanna ukur sibatu-batun. Emaka, guru sibasona pe haruslah modern, sesuai dengan zaman.
Guru Sibaso Pijer Podi
Adi pekundul Guru Sibaso, harus ia jadi pijer podi man sukut, bagepe anak beru, senina, kalimbubu, bagepe kerina jabu. Nuri-nuri Guru Sibaso, persoalan si galang i pekitik, persoalen si kitik i masapken. Kerina salang sai. La perlu er perkara.
Adi lit perkara tah persoalen, pekundul saja guru sibaso ibas jabunta, kerina masalah banci selesai. Sibaso genduari perkolong-kolong, pendeta, pertua, diaken, pastor tah pe imam-imam si ngasup ndamaiken masalah. Iba pusuhtalah lebe damai, maka kerina permasalahen jadi dame. Ertina, adi Dibata ras kalak sirate keleng mereken apul-apul, kerina danci selesai alu simehulina asang inemken madiin si inemken. Guru sibaso em tugasna pedamaiken, jadilah guru sibaso simbaru.
NURUNKEN KALAK MATE
A.Pengantar
Apabila ada orang meninggal dunia, maka tindakan pertama yang dilakukan adalah memandikannya. Membuat putar di kening dan pipinya (kuning), kaki (ibu jari) dan ikat (kalaki). Sejalan dengan itu, maka semua sangkep nggeluh, terutama sembuyak, kalimbubu, anak beru, dipanggil untuk runggu (musyawarah) tentang hari penguburan, undangan untuk sangkep enggeluh, patong kerja (baban simate), dan lain-lain.
B.Jenis-jenis Kematian
1. Berdasarkan Usia
a. Cawer Metua (anak sudah berkeluarga semua, umur lanjut, kalimbubu su sudah ngembahken nakan)
b. Tabah-tabah Galoh (anak sudah berkeluarga semua, usia belum lanjut)
c. Mate Nguda (usia muda, anak belum semua berkeluarga)
2. Berdasarkan Sebab/Keadaan Kematian, dibagi atas :
a. Batara Guru (mati dalam kandungan)
b. Guru Batara/Sabutara (mati dalam kandungan dan kelamin belum dikenal)
c. Bicara Guru (mati sesudah lahir)
d. Lenga Ripen (mati belum bergigi)
e. Mate enggo ripen (mati sesudah bergigi)
f. Mate Ndahi Nini (mati anak perana/singuda-nguda)
g. Mate Kayat-kayaten (sakit-sakitan
h. Mate Sada Wari (tewas)
C. Keagungan Pesta
Keagungan pesta kematian pada masyarakat Karo, terutama sekali pada kematian cawer metua, dimana semua anak dan cucu rase (memakai pakaian adat), kalimbubu maba ose, ralep-ralep dan untuk itu, usungan/perlanja dapat berupa ;
1. Lige-lige (bangunan berbentuk geriten bertingkat tiga)
2. Kalimbubu/Kejaren (bangunan berbentuk geriten bertingkat 9 dan 11)
Usungan untuk orang biasa (ginemgem), bisanya hanyalah pating-pating lante empat mbeka ‘atau’ ‘sapo gunong’. Dalam adat cawer metua, maka gendangnya “Nangkih Gendang”, artinya semalam sebelum penguburan sudah mulai ergendang.
D. Gendang Nangkih
Adapun urutan menari pada acara Gendang Nangkih, adalah :
Landek Sukut
Landek Sembuyak
Landek Senina
Landek Sepemeren/Siparibanen/Sipengalon/Sendalanen
Landek Anak Rumah
Landek Kalimbubu
Landek Anak Beru
Acara ini biasanya diadakan setelah selesai runggu pada malam itu, untuk membicarakan persiapan acara penguburan keesokan harinya.
E. Nurunken Simate
Adapun acara untuk ‘nurunken’ (pesta penguburan) adalah sebagai berikut :
Sirang-sirang
Pagi-pagi, anak rumah dan keluarga dekat membuat sirang-sirang
2. Erpanger bas pas-pasen rumah
Pagi-pagi, janda/duda simate erpanger (berlangir) di tiras rumah, kemudian di osei
(di kepala dipasang sertali tanpa topi-bulang atau tudung), dan di leher dikalungkan
sertali (janda), rudangnya dibuat dari daun ndokum sumsum atau tumba laling
3. Tek – tek Ketang
Selesai berlangir diadakan acara tek-tek ketang, pisau tanggal-tanggal dipegang dengan tadengan tangan kiri, lalu ditekteklah sebuah rotan.
4. Gendang Jumpa Teroh
Selesai acara tektek ketang janda/duda berjalan menuju ture (beranda) rumah, sementara sementara pada waktu yang sama, mayat diturunkan dari rumah. Pas di bawah ture,
janda bertemu dengan mayat, lalu diadakan acara menari sebagai berikut :
a. Menari sukut, sembuyak, senina, sepemeren, separibanen, sepengalon dan sendalanen.
b. Menari kalimbubu, puang kalimbubu, dan puang nu puang
c. Landek anak beru, anak beru menteri dan lain – lain
d. Landek anak rumah
Mayat lalu dikelilingi sebanyak empat kali, kemudian dibawa ke kesain.
F. Gendang Nangketken Ose
Sesampai di kesain, maka pertama diadakan “Gendang Nangketken Ose”, semua yang rose, dan kalimbubu maupun anak beru menari bersama. Sesudah itu, kalimbubu simada dareh dan kalimbubu simada ose (si erkimbang), memasangkan ose kepada bere-bere/kela dan anak masing-masing. Selesai nangketken osei, yang diosei nduduri isap/kampil kepada kalimbubu.
G. Gendang Naruhken Tudung
Selanjutnya diadakan lagi “Gendang Naruhken Tudungen”, yaitu putri kalimbubu ditudungi. Biasanya adalah putri kalimbubu yang tidak dikawini lagi (la iperdemui). Akan tetapi, adapula yang membuatnya adalah beru puhun. Pada saat ini erdalan belo kinaper.
H. Gendang Adat
Selanjutnya diadakan “Gendat Adat” untuk menari. Adapun urutan menari adalah sebagai berikut :
Gendang Sukut
Landek sukut
Landek sembuyak
Landek senina
Landek sepemeren, separibanen, sepengalon, sendalanen
Selesai gendang sukut, biasanya dilanjutkan dengan acara makan, selanjutnya diadakan runggu pedalan maneh-manhe, morah-morah atau sapu iloh.
Gendang Kalimbubu
Landek kalimbubu taneh (tua)
Landek kalimbubu bena-bena
Landek kalimbubu simada dareh
Landek kalimbubu si erkimbang
Landek kalimbubu iperdemui
Gendang Puang Kalimbubu
Landek puang kalimbubu arah kalimbubu tua
Landek puang kalimbubu arah kalimbubu bena – bena
Landek puang kalimbubu arah kalimbubu si mada dareh
Landek puang kalimbubu arah kalimbubu si erkimbang
Landek puang kalimbubu arah kalimbubu iperdemui
Gendang Anak Beru
Landek anak beru tua
Landek anak beru cekoh baka
Landek anak beru dareh
Landek anak beruangkip/ampu
5. Gendang Anak Beru Menteri
Urutannya sama seperti Gendang Anak Beru Menteri, tetapi sering juga ditentukan sekali sekali menari saja. Dan bersamanya juga ikut menari anak beru sipemeren.
I. Maneh-maneh/Morah-morah/Sapu Iloh
Adapun utang adat, (Maneh-maneh/Morah-morah/Sapu Iloh), dari sima diserahkan kepada :
Kalimbubu, berupa jas (bulang-bulang) + sejumlah uang (Rp. 12.000)
Puang Kalimbubu, berupa baju + sejumlah uang (Rp..6.000)
Anak Beru, berupa sekin + sejumlah uang (Rp. 6.000)
Di Kuala dan Tiga Binanga, (Maneh-maneh/Morah-morah/Sapu Iloh) kepada kalimbubu berupa sekin + sejumlah uang. Sementara apabila yang meninggal dunia adalah wanita, maka utang adat itu adalah sebagai berikut;
Kalimbubu Simada Dareh, berupa uis kapal/arintang+ sejumlah uang
Kalimbubu Singalo Bere-bere, berupa uis kelam-kelam + sejumlah uang
Kalimbub Singalo Perkempun, berupa pakaian + sejumlah uang
Anak Beru, berupa benang telu rupa
Selanjutnya diserahkan Tulan Putor kepada kalimbubu dan ikor-ikor kepada anak beru.
J. Taka Alonken
1. Taka Tulon Putor ;
a. Tulan, kepada Kalimbubu Simada Dareh
b. Jukut kepada Binuang (Sembuyak Tulan)
c. Pertiga
- Satu kepada Kalimbubu Tua
- Satu kepada Kalimbubu Bena-bena (Kampah)
- Satu kepada Kalimbubu Sienterem (iperdemui)
2. Taka Ikor-ikor
a. Tulan kepada Anak Beru Tua
b. Jukut kepada Anak Beru Cekoh Baka Tutup
c. Pertiga ;
- Satu bagian kepada Anak Beru Menteri
- Satu bagian kepada Anak Beru Sienterem
K. Narohken Simate Ku Pendonen
Selanjutnya, mayat diantar ke kubura (pendonen). Untuk mengusung mayat, kalimbubu di arah kepala, anak beru di bagian kaki, dan senina di bagian tengah.Dahulu mayat diberhentikan sebanyak empat kali di jalan. Setiap berhenti, dikelilingi sebanyak empat kali. Apabila cawer metua, maka sepanjang jalan diamburi page.
L. Pembakaran Mayat/Penguburen
Dahulu sebelum kekuasaan penjajah masuk di daerah Karo, maka mayat itu dibakar. Di Buah Raya, pembakaran mayat itu terakhir sekitar tahun 1939, demikian juga di Perbesi.
M. Menyerahkan Kepada Si Empat Terpok
Selanjutnya, roh si mati diserahkan kepada si empat terpok
N. Gendang Narsarken Rimah
Sekembali dari kuburen, diadakan Gendang Narsarken Rimah, yaitu perang empat kali. Aturan menari sebagai berikut;
1. Gendang buangken
2. Landek Sukut, Sembuyak, Senina, Sepemeren, Sepengalon ras Sendalanen
3. Landek Kalimbubu/Puang Kalimbubu
4. Landek Anak Beru/Anak Beru Menteri
O. Perumah Begu
Selesai narsarken rimah, landek guru sibaso, dan selanjutnya diadakan acara Perumah Begu
P. Gendang Serayan
Selanjutnya gendang diserahkan kepada perayaan (muda-mudi)
Q. Ngamburi Lau Simalem-malem
Empat hari setelah dilakukan penguburan, maka diadakan lagi acara yang disebut “Maba Lau Simalem-malem”. Untuk itu, dibawa Lau Simalem-malem, makanan numbang, dan lain-lain. Kuburan lalu dipagar, diberi lambe, kemudian diadakan cibal-cibalen, lalu erduhap dan pulang.
R. Runggu Utang Ido
Dalam runggu ini akan dibicarakan tentang ;
Biaya penguburan
Sisingkeh-singkehen
Ingan sumpit cibal kalimbubu
Pembagian harta warisan
Dan lain-lain
S. Mindahken Tulan-tulan
Ada kalanya setelah beberapa lama mayat dikubur, kuburannya kembali dibongkar untuk dipindahkan ke kuburan yang lebih baik, atau dimasukkan ke dalam geriten. Untuk itu, harus dilakukan menurut adat Karo. Terlebih dahulu, ditarok belo bujur, diamburi lau simalem-malem. Kuburan kemudian digali oleh kalimbubu, kemudian diteruskan oleh anak beru. Setelah ketemu, tulangnya kembali diangkat oleh kalimbubu, dibersihkan lalu di uras, kemudian dibungkus dengan dagangen. Selanjutnya, diadakan acara penguburen atau memasukkan ke dalam geriten.
T. Geriten
Adalah bangunan khusus untuk menyimpan tengkorak kepala dari orang-orang yang pada jamannya sebagai panutan (pemimpin), atau si erjabaten, misalnya : Guru, penggual, penarune, dan lain sebagainya. Geriten biasa secara peridik dirayakan setiap waktu tertentu (lima tahun sekali). Acaranya adalah, mengganti baka, mangeri takal, erpanger kulau, dan perumah begu. Geriten Limang dahulu disebut `Rumah Sibadia`, tetapi sekarang tulisan tersebut sudah diganti.
ADAT KALAK CAWER METUA
a. Ngembahken Nakan
Adalah acara adat yang dilaksanakan oleh `Sangkep Enggeloh` dengan memberi makan orangtua yang sudah ujur atau lama sakit-sakitan. Untuk itu dipersiapkan ; Cindang, naroh manok, cimpa gulame dan nakan. Acara memberi makan pertama oleh sukut, sembuyak, kalimbubu dan anak beru. Selesai makan, kalimbubu menanyakan kehendak dari yang sakit tentang tata cara penguburannya kemudian hari. Selanjutnya, diadakan runggu tentang penguburan itu.
b. Mereken Ciken/Toktok
Adalah upacara memberikan tongkat/toktok kepada seorang yang sudah tua oleh sangkep enggeloh. Ciken diberikan kepada laki-laki, sedangkan toktok untuk perempuan.
c. Nungkirken Pinakit
Adalah acara untuk menjenguk orang sakit, yang pelaksanaannya sama seprti `Ngembahken Nakan`. Tetapi disini tidak ada musyawarah antara sangkep enggeloh terlebih dahulu, serta tidak ada aturan pembagian hutang.
KERAMAT DALAM ORANG KARO
- Silan
Silan adalah suatu tempat yang dianggap angker oleh masyarakat karena mempunyai Penunggu mahluk halus (Keramat). Silan dapat berupa kayu besar, batu besar dan sebagainya. Silan tidak disembah (silan la termasuk sembah-sembahen.
- Pagar
Pagar- Pengawal – Penjaga
Pagar adalah roh nenek moyang, mahluk halus (nini) yang menjadi pelindung/pengawal penduduk suatu kampung.
Nini Pagar berfungsi sebagai pelindung masyarakat dari malapetaka, pemberi rejeki dan lain-lain.
Nini Pagar merupaken Sembah-sembahen kuta/kampung dan diadakan upacara persembahan dengan acara tertentu dan dalam waktu tertentu.
- Buah Huta – huta
Buah Huta –huta sama dengan Pagar. Perbedaannya hanya mengenai letaknya. Buah Huta – huta atau Tembunen Kuta terletak di dalam kampung (kesain). Sedangkan Pagar letaknya persis di sekeliling (watas) kampung.
Penjaga Kampung (Pelindung) yang berada di luar kampung namanya ‘ Pengulu Balang Na Malaga’ yang fungsinya sebagai pengintai. Bila Hulu Balang Na Malaga melihat adanya musuh mau masuk kampung, maka ia memberitahukan kepada Nini Pagar dan Buah Huta-huta untuk bersiap tempur. Dengan harapan, masyarakat terhindar dari bahaya.
- Ndilo Tendi
Ndilo – Memanggil, Tendi - Roh
Ndilo Tendi maksudnya, memanggil kembali roh (tendi) seorang yang telah ditawan oleh Silan. Upacara Ndilo Tendi mempunyai acara-acara tertentu, dapat dilakukan dengan mengadakan gendang, keteng-keteng dan sebagainya.
- Jinujung
Jinujung ialah mahluk halus yang menjadi penjaga diri seseorang. Jinujung pada waktu-waktu tertentu diberi persembahen dengan mengadakan erpenper.
- Kerja Tahun
Kerja Tahun i Taneh Karo lit piga-piga erbagena. Arah Julu kenca dung peranin, ibahan kerja tahun gelarna mahpah, emekap page simbaru i perani ndai i pah-pah. Nandangi merdang iban kerja tabun rebu.
Adi arah gunung-gunung, lit kerja tahun sinigelari merdang-merdem, enda ibahan nandangi merdang..
Lit kerja tahun sini i gelari nimpa bunga benih, lit ka kerja tahun sini i gelari ngerires, duana enda ibahan sangana mbeltek page.
Lain si enda, lit ka kerja tahun ngambur-ngamburi, enda i bahan sangana beltek page.
Jadi, maka ibahan kerja tahun enda emekap, maka lit dalan pulung setahun sekali ras kalimbubu, senina ras anak beru ras notoken sanga encari ras mejuah-juah.
MASUKI/MENGKET RUMAH MBARU
Ope denga ibahan acara mengket rumah mbaru, maka arih lebe simada rumah nentuken belin kerja (adi lit sekalak si la ngasup muat adangenna, si enda i rungguken uga jalan keluarna. Biasana si la ngasup enda i pelebeken si pitu jabu, jenari pagi i galarina dung peranin), ndigan ibahan warina. I sungkun guru sibeluh niktik wari. Ibas arih enda, ikut ka nge anak beru, senina tiap jabu. Biasa i bahan kerja mengket rumah, ibas wari Aditia Naik, Beras Pati tah pe Cukera Dua Puluh.
BENTUK KERJA
Sumalin Jabu, mengkah dapur (kerja si nguda)
Kerja Mengket Rumah Sumalin Jabu entah mengkah dapur, eme kerja kitik-kitik saja. Kade-kade sindeher-ndeher saja ras si labanci lang saja, pulung sangkep nggeluh, pengulu kuta. Kerina adangen na perlengiten kerja cukup sada tah dua ayan beras, bengkauna 4 tah 5 manuk.
Mengket Rumah Erkata Gendang (Kerja Sintengah)
Kerna mengket rumah erkata gendang, banci i kataken kerja sintengah, kade-kade enterem itenahken. Nakan siman pangan lit 10 tah 12 ayan beras, bagepe bengkauna lembu.
Ngerencit (Kerja Sintua)
Ngerencit eme kerja si mbelinna ibas kerja mengket rumah mbaru. Kerja e erkata gendang, kade-kade i tenahken kerina. Bengkau lit 3 lembu, sada man sukut, 2 man temue. Beras man nakan si enterem lit 20 ayan. Biasana mengket rumah bage teremna bandi lanai siat rencit-rencit i rumah. Terpaksa ibahan inganna deba ibas kesain. Erkite-kiteken temue enggo rencit-encit, maka i kataken kerja mengket rumah mbelin ngerencit.
a. Perlakon Ibas Nandangi Mata Kerja.
Erbahan arih entahpe runggu kerina sukut ras anak beru senina bagepe kalimbubu. Ncakapken ras muat kata putus kerna belin kitikna iban kerja, persikapen kerina perbeliten ras netapken wari mata kerja.
b. Nikapken Keperlun Kerja
- Rudang – rudang si melias gelar eme : bulung jabi-jabi, sangketen, bertuk padang teguh, sanggar, i rakut alu kulit ambat tuah.
- Baka : ingan pemunin barang si meherga, umpamana uis, emas-emas ras sidebannan. Baka iban ibas rotan nari si ni i bayu.
- Kitang : ingan lau pola, mena seri ras kandi-kandi janah lit tutupna. Ibas tutupna e, lit pancurna. Iban ibas buluh nari, tutupna kayu
- Tengguli : eme lau pola si enggo i gergeri nandangi danci jadi gual
- Enem binangun si cinder i bas rumah adat e i balut alu uis arinteneng.
- Muat ras nikapken daliken dapur, si majekkenca eme kalimbubu si majek daliken.
- Uis adat sini oseken ku tunjuk langit rumah, eme uis arinteneng.
- Luah kalimbubu sj majek daliken : manuk, ras kalimbubu si erkimbang : amak cur + beras + tinaruh.
- Nikapken nakan dem ras bengkauna (nurung belin + kurung), anak beru
- Ras-ras anak rumah narsarken lameb i kelewet rumah.
- Muat bulung-bulung si melias gelar ku kerangen, sukut ras anak beru
- Si erbahan lape-lape i kesain, anak beru.
- Netapken si nujung ranting
- Cimpa bicara siang + galuh
ATUREN PERLAKON IBAS MENGKET RUMAH MBARU
Ibas wari mata kerja si enggo i tentuken e, sope denga matawari pultak, kerina anak jabu si jadi sukut ras temue si enggo reh ersikap-sikap. Sukut rose, sinangketkenca eme kalimbubu si mada dareh, rikut pe kalimbubu bena-bena. Kenca enggo dung rose kerina, banci berkat. Emaka tiap anak jabu berkat ras-ras ku rumah. I lebe-lebe ture ngadi lebe. Jenari si pemena nangkih, eme singiani jabu bena kayu. Emaka i ikuti anak jabu si deban. Ia nangkih arah ture jabu bena kayu, ngikutkenca enggo leben.
3 Komentar:
Mejuah-juah
Semangat juang yang tinggi adalah awal kemenangan kita, mari berjuang bersama membangun bangsa kita umumnya dan melestarikan khasanah budaya kita khususnya Budaya Karo Simalem.
"Perjuangan adalah Cerminan Jiwa mulia"
Kami selalu mendukung perjuangan abang
Bujur
Salam sukses
Mejuah_mejuah
Wooooow......
Termasuk melala kang referensi ndu me bang.....
Go lit arsipna.....ntah
melala temanta pengetua adat bang...
hehehehehe
maklum.....
kebetulan kuidah....pas search google...(kubahan kata kunci: ula gelangken) eh....sedereten ka lit ije kita duana bang......
bujur
The Casino: Play Here and Win on a $1K Bonus! - KT Hub
The Casino is your way of saying that it 여수 출장샵 is the finest gambling resort in 충주 출장마사지 the UK to offer online 평택 출장마사지 gambling and 의왕 출장안마 winnings from the 태백 출장샵 best betting
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda